JEDDAH — Tim kesehatan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Indonesia di Arab Saudi memastikan kesiapannya untuk menghadapi aktivitas jamaah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina). Kepala Bidang Kesehatan PPIH di Arab Saudi dr Fidiandjah menyatakan, klinik kesehatan diadakan di tiap-tiap maktab di Armina.
"Optimalisasi klinik maktab di Armina ini berintegrasi dengan pelayanan kloter. Kita himpun semua dokter di kloter untuk bertugas di klinik kesehatan ini," ujar Fidiansjah seusai rapat koordinasi PPIH di kantor Teknis Urusan Haji (TUH) KJRI di Jeddah, Selasa (16/9) sore Waktu Arab Saudi.
Menurutnya, kondisi itu membawa konsekuensi, yakni adanya jamaah yang protes kalau jarak mereka di pemondokan dengan klinik kesehatan akan berjauhan. Namun, Fidiansjah menyatakan, jauh-dekatnya adalah relatif sebab masih banyak jamaah yang tertangani dengan baik bila klinik kesehatan tersedia di masing-masing maktab.
"Kebijakan ini memungkinkan jamaah mendapatkan pelayanan secara cepat karena pelayanan didekatkan kepada jamaah. Antardokter kloter juga saling sinergi melayani jamaah haji," jelas Fidiansjah. Bangunan klinik itu minimalis, tidak seperti kondisi ideal, namun diupayakan dapat membantu jamaah sakit dan butuh penanganan cepat di lapangan.
Jumlah maktab yang dialokasikan untuk jamaah haji Indonesia reguler sebanyak 52 maktab. Kapasitas masing-masing maktab rata-rata sebanyak 3.000 jamaah yang terdiri atas tujuh sampai dengan delapan kloter. Penempatan jamaah dan petugas kloter di pemondokan Makkah dipisah antara laki-laki dan perempuan dengan memanfaatkan selisih distribusi kapasitas setiap kloter.
Fidiansjah mengaku, pendirian klinik kesehatan di Mina ini dilarang Pemerintah Arab Saudi. "Sebab, meski tertulis ada larangan, mereka mengakui tidak mampu melayani kesehatan tiap-tiap jamaah haji saat di Armina," tutur dia. Pemerintah Arab Saudi sendiri mendirikan klinik kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit di Armina, namun jumlah dokter dan paramedisnya terbatas.
Tenaga panggul
Kebijakan bagian kesehatan PPIH di Armina, kata Fidiansjah, adalah menugaskan 20 tenaga panggul. Mereka berasal dari mukimin (orang Indonesia yang tinggal di Arab Saudi). Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) juga akan mengoperasikan sepeda kesehatan. Sepeda ini semula adalah sepeda obat yang beroperasi di klinik-klinik kesehatan di kloter. Sepeda ini memiliki boncengan sehingga jamaah sakit bisa duduk di belakang.
Pemanfaatan tenaga panggul yang memiliki fisik kuat dan sepeda tersebut untuk mempercepat akses membawa jamaah sakit parah ke lokasi parkiran mobil ambulans. Sebab, saat jutaaan jamaah haji sudah di Armina, akses kendaraan bermotor sangat susah. "Jamaah sakit yang dipanggul atau dibonceng sepeda bisa melewati jalur-jalur pejalan kaki sebab saat puncak haji, lautan manusia berkumpul di Armina," tuturnya.
Tenaga panggul sudah diterapkan sejak empat tahun lalu. Sedangkan, sepeda obat yang dioperasikan mengangkut jamaah baru diterapkan pada tahun ini karena izinnya tahun lalu belum diberikan Kementerian Haji Arab Saudi.
Fidiansjah juga mengungkapkan pola penanganan kesehatan pada masa mendatang. Yakni, merekrut dokter atau tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan berbahasa Inggris serta minimal mampu berbahasa Arab. Menurutnya, kebijakan ini diperlukan karena fasilitas kesehatan di RS King Fadh Makkah lengkap dan berstandar internasional. Namun, jumlah tenaga kesehatannya terbatas.
"Ini bertahap sehingga dengan begitu, tugasnya akan efisien. Di RS sini, jumlah obat-obatan lengkap dan fasilitasya sudah canggih, tapi butuh tenaga kesehatan. Ini pergeseran ke depan," ujarnya. rep:zaky al hamzah ed: dewi mardiani