Upaya manusia untuk mencari alternatif bagi bahan bakar fosil seperti solar masih terus dilakukan. Meski pemerintah masih separuh hati untuk mentransformasikan bahan bakar yang akan punah tersebut, masyarakat madani tetap berada di jalurnya mencari energi alternatif.
Universitas Trisakti (Usakti) mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) atas prestasinya di bidang inovasi energi pada Hari Kemerdekaan. Universitas swasta itu sukses mengelilingi 69 pulau di Kepulauan Seribu dengan kapal nelayan berbahan bakar biosolar air. Bahan energi ini merupakan hasil penelitian dan inovasi para mahasiswa Usakti.
"Hari ini MURI mempersembahkan penghargaan untuk Universitas Trisakti yang telah membuat inovas,i yaitu mengelilingi dan mengibarkan bendera Merah Putih di pulau terbanyak dengan menggunakan kapal berbahan bakar biodiesel air," kata Deputi Manager MURI Awan Raharjo di Usakti, Jakarta, Ahad (17/8).
MURI mengapresiasi aksi yang bertepatan dengan perayaan HUT ke-69 RI tersebut.
Bagi MURI rekor yang ditorehkan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ini menjadi rekor baru dan bertaraf internasional.
Dosen Teknik Mesin Usakti Muhammad Hafnan menjelaskan, penelitian mengenai bahan bakar solar air dilakukan sejak 2002. Hafnan tak pernah lupa melibatkan mahasiswa saat melakukan riset.
Penelitian ini, ujarnya, bertujuan untuk mengurangi zat NOX yang berbahaya dan asap hitam hasil dari pembakaran solar. "Yang membedakan formula penemuan solar air kami dengan yang lainnya adalah bentuknya yang bening dan bersih serta ketika didiamkan, tidak terpisah kembali. Formula inilah yang kita patenkan dan setelah diuji coba di mesin, hasilnya bagus," katanya memaparkan.
Formula solar air ini merupakan campuran dari 70 persen solar, 20 persen zat adiktif, dan 10 persen air. Dikatakannya, zat adiktif menggunakan sisa-sisa limbah minyak sawit bekas yang banyak tersedia di Indonesia. Hal ini berdampak pada biaya produksi yang lebih hemat. Tak hanya itu, zat NOX yang dihasilkan oleh mesin diesel berkurang hingga 40 persen serta kepekatan asap hitam juga turun hingga 60 persen.
Menurut Hafnan, penggunaan solar di Indonesia saat ini mencapai 40 juta liter per hari. Ia mengungkapkan, jika diproduksi secara massal, inovasi biosolar air akan mampu menghemat penggunaan solar sebesar 30 persen alias 12 juta liter per hari.
Ia mengaku sedang melakukan penjajakan kerja sama dengan Pertamina untuk langkah produksi. Menurutnya, kerja sama ini berbentuk tahap percobaan uji ketahanan 250 jam dengan Pertamina di Lemigas. "Ke depannya kami juga akan terus meneliti agar kandungan airnya dapat diperbanyak."
Mahasiswa Teknik Mesin angkatan 2013 yang tergabung dalam tim riset solar air, Aditya Kristanto, menyebutkan, percobaan selama lima hari dengan menggunakan dua kapal nelayan berbahan bakar solar air oleh sembilan orang mahasiswa terbukti sukses.
Setelah perjalanan selesai, mesin kapal nelayan tak bermasalah. "Setelah kami bongkar dan periksa, kami menemukan bahwa mesin kapal tetap bersih dan tidak ada masalah apa pun. Ini membuktikan bahwa bahan bakar solar air itu aman untuk dipergunakan," ujarnya.
Aditya berharap penemuan solar air ini dapat membantu mengurangi beban pengeluaran nelayan pascapengurangan subsidi solar sebesar 20 persen. Setelah dihitung, ia mengungkapkan, harga yang harus dikeluarkan lebih murah dibandingkan dengan harga solar biasa. Konsumsi biosolar air pun, ujar Aditya, akan jauh lebih irit selain suhunya yang lebih rendah serta lebih ramah lingkungan.
Ketua Panitia Uji Coba Bahan Bakar Solar Air Dimas Airlangga yang ikut berperan dalam inovasi solar air ini berharap inovasi tersebut menjadi salah satu solusi, permasalahan BBM di Indonesia.
"Sampai saat ini hasilnya sangat memuaskan setelah beberapa pulau kami kelilingi," kata mahasiswa Fakultas Teknik Industri Universitas Trisakti itu. Menurut Dimas, solar air akan ditawarkan untuk digunakan oleh masyarakat umum dan nelayan secara khusus setelah penelitian tersebut terbukti berhasil.
Dimas menjelakan bahwa solar air yang terdiri atas 70 persen solar, 20 persen bahan adiktif, dan 10 persen air sangat aman bagi lingkungan dan tidak memiliki efek merusak. "Solar air ini termasuk biosolar yang sangat aman bagi lingkungan, sekaligus tidak akan merusak mesin," ujarnya.
Wakil Dekan Usakti Dr Ing AC Arya mengungkapkan, kisruh subsidi dan kelangkaan bahan bakar solar yang saat ini sedang ramai dibicarakan membuat mahasiswa Usakti melakukan inovasi bahan bakar solar menjadi solar air.
Ia pun bangga terhadap kerja keras para mahasiswanya sekaligus berharap biosolar air bermanfaat untuk masyarakat. "Usakti sangat bangga dengan kerja keras yang dilakukan oleh mahasiswa kami dan mendukung penuh inovasi ini. Kami berharap dapat bermanfaat bagi masyarakat."
Selain itu, Bupati Kepulauan Seribu Asep Syarifudin mengapresiasi inovasi karya mahasiswa-mahasiswa tersebut. Ia mengatakan bahwa BBM solar saat ini menjadi masalah yang krusial dan memerlukan solusi, terutama untuk para nelayan seperti di wilayah Kepulauan Seribu.
Ia pun berharap adanya inovasi seperti biosolar didukung oleh pemerintah. "Sesuatu yang dibuat secara teoretis, kemudian dipraktikkan, dan ada manfaatnya seperti yang dilakukan adik-adik mahasiswa Usakti ini perlu didukung," katanya.
N Antara ed: a syalaby ichsan