Ahad 08 Jan 2017 16:00 WIB

Asam-Manis Daging Pala

Red:

Pala lebih dikenal sebagai rempah-rempah penguat rasa makanan. Beginilah orang mungkin mendeskripsikannya: berbentuk bulat tekstur berwarna cokelat tua hingga kehitaman setelah dijemur beberapa lama. Namun, sebenarnya yang digambarkan itu adalah biji pala, bukan buah pala secara keseluruhan.

Sebagian  kalangan yang tinggal di Jawa mungkin mengenal buah pala dari manisan yang sering dijual di Bogor, Jawa Barat. Namun, sejatinya buah pala jika ditarik dari garis awal dikenal berasal dari Kepulauan Banda Neira, Maluku Tengah.

Di tempat asalnya, buah pala  tidak hanya dibuat menjadi manisan. Dulu jika biji pala sudah diambil, daging yang melapisi  biji  itu  langsung dibuang karena tidak memiliki nilai lebih. Melihat kondisi itu, maka mulailah daging pala diolah menjadi pelbagai jenis makanan yang tidak kalah menjual dibandingkan biji pala.

 

Antara Banda dan Neira

 

Sari Banon (70 tahun) salah seorang yang memanfaatkan daging pala untuk membuat makanan khas Banda Neira yang bisa menjadi oleh-oleh. Olahannya pun bermacam-macam, dari manisan, sirup, selai, hingga dodol.

Sari mendapatkan resep-resep pengolahan daging pala langsung dari neneknya yang dulu mengabdi pada keluarga Belanda yang tinggal di Banda Neira. Sang nenek adalah pesuruh yang meladeni kebutuhan sehari-hari, termasuk makanan mereka. Tak heran bila ia mengetahui cara mengolah daging pala yang tidak dibawa oleh Belanda.

"Daging pala ini  kalau di Pulau Banda Besar tidak terpakai, mereka hanya mengambil bijinya saja, makanya yang mengelola adalah masyarakat di Pulau Neira," kata Sari menjelaskan kebiasaan masyarakat Banda Neira yang berbeda.

Pengolahan daging pala hanya dilakukan oleh masyarakat Pulau Neira. Masyarakat Pulau Banda Besar yang menjadi salah satu pulau dengan perkebunan pala yang besar tidak memanfaatkan dagingnya.

 

Mengolah daging pala

Kreasi berbagai makanan dari buah pala, menurut Sari Banon, memang perlu perlakuan khusus. Dia menjelaskan, untuk membuat manisan, buah pala dipotong menjadi dua dan biji dikeluarkan. Setelah itu, daging pala direndam dengan air asin selama sehari. Hal yang membuat manisan ini berbeda adalah air asin yang digunakan sebagai perendam pala diambil langsung dari laut, bukan dari air garam buatan.

"Air lautnya pun dari tengah laut, ini airnya lebih bagus kadar garamnya daripada di pinggir," ujar wanita yang sudah mengolah daging pala selama 45 tahun itu.

Setelah  buah pala tanpa biji itu direndam seharian, barulah kulit kuning yang menutupi dibersihkan dan daging pala bagian tengah dibersihkan selaput putih yang masih tertinggal di tengah, tempat biji. Daging pala yang sudah bersih dipotong tipis menyerupai kipas dan dijepit dengan kedua tangan untuk mengeluarkan cairan di dalamnya.

Cairan tersebut, menurut Sari Banon, merupakan cairan asam yang perlu dibuang agar menghasilkan manisan yang lebih manis. Untuk semakin menambah rasa manis, diperlukan gula pasir untuk menutupi seluruh bagian pala yang kemudian didiamkan hingga tiga hari. Ketika gula sudah meresap, tetapi masih terlihat butirannya, daging pala dijemur di bawah sinar matahari selama dua hari hingga berwarna cokelat tua.

Ketika dimakan, tekstur pala akan sedikit keras dengan rasa manis gula.  Sedikit aroma dan rasa khas biji pala masih tersimpan di dalam dagingnya.

Berbeda dengan pembuatan manisan yang cukup memakan waktu lama, selai pala cenderung lebih praktis. Pembuatannya cukup dalam waktu singkat. Hanya perlu blender sebagai alat pendukung menghaluskan daging pala.

Cukup dengan membersihkan daging pala dari kulitnya dan direbus dengan air mendidih selama dua jam. Setelah itu, sisihkan air dan giling daging pala tanpa perlu sampai benar-benar halus. Untuk menambah rasa, Sari menyarankan menambahkan gula secukupnya agar rasa asam tidak terlalu terasa ketika dimakan.

Untuk pembuatan sirup, ibu enam anak ini mengaku memiliki dua metode pembuatan. Cara pertama disebut dengan peras mentah, di mana daging pala yang sudah bersih diparut kemudian diperas hingga mengeluarkan sari. Sari yang dihasilkan dimasak dengan gula hingga mendidih.

Sedangkan, cara lainnya dengan merebus daging pala terlebih dahulu di dalam air mendidih hingga lebih lunak. Daging pala yang sudah ditiriskan diperas hingga mengeluarkan sari dan hasil itu direbus kembali hingga mendidih.

"Kalau yang  peras mentah itu 100 buah pala, butuh dua kilo gula. Kalau yang direbus dulu, perlu lima kilo gula buat 500 buah," kata Sari Banon.

 

Tahan satu tahun

Resep pembuatan sirup mentah adalah hasil kreasi Sari sendiri. Menurut dia, hasil yang diperoleh dengan cara itu lebih hemat dan rasa segar dari asam dan manis seimbang dan lebih menyegarkan. Namun, cara kedua dinilai lebih sehat untuk mengolah sirup sebagai oleh-oleh.

Cara membuat dodol lumayan sederhana. Cukup dengan menggiling daging pala yang telah bersih ke mesin penggiling kelapa, mesin itu akan menghasilkan bulir-bulir daging yang nantinya diuleni dengan gula, Sari biasa menambahkan pewarna makanan untuk menambah kesan visual yang lebih menarik. Untuk satu kilogram daging pala, ia menggunakan satu kilogram gula.

"Semua memang pakai gula sebagai pengawetnya, palanya sudah sering jadi pengawet makanan ditambah gula jadi lebih awet lagi," kata warga asli Banda ini.

Makanan olahannya, Sari Banon mengatakan, akan awet disimpan hingga satu tahun. Sebab, ia tak mencampurkan pada bahan makanan, sementara mengandalkan gula sebagai kunci pengawet alami makanan.

Di Pulau Neira yang merupakan pusat Kecamatan Banda juga mudah ditemukan penjualan beragam oleh-oleh khas daging pala. Selain bentuk kasarnya, beberapa kafe pun menjual olahan jadi yang bisa langsung dinikmati dari pala. Nut Meg Cafe, salah satunya, mencoba menawarkan rangkaian mulai es sirup pala, kopi pala hingga pancake saus pala.

Pancake pala sama dengan pancake pada umumnya, hanya jika biasanya 'diguyur' sirup maple sebagai topping, penggantinya adalah dengan sirup pala. Sedangkan, kopi pala sendiri merupakan seduhan kopi hitam yang mendapatkan serutan biji pala kering.

"Kopi yang sudah diseduh dengan air mendidih, cukup diberikan dengan biji pala saja yang saya dapat dari belakang rumah," kata penjual Nut Meg Cafe Lia Meliana.    Oleh Dwina Agustin, ed: Nina Chairani

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement