Selasa 01 Jul 2014 14:00 WIB
siesta

siesta- Berdamai dengan Selera Si Kecil

Red:

Banyak hal yang bisa anak dapatkan dari perjalanan wisata bersama keluarga. Salah satunya, ia dapat mengenal cita rasa baru dari kuliner daerah yang dikunjunginya. Akan tetapi, tak semua makanan aman untuk masuk ke mulut mungilnya.

Lalu, bagaimana cara terbaik untuk mengenalkan anak dengan kuliner daerah? Pengamat kuliner, Arie Parikesit, menyarankan orang tua tidak memulai dengan menyodorkan makanan yang terlalu aneh, rasanya kompleks, atau terlampau pedas. Makanan yang mengandung banyak bumbu eksotik, seperti rempah-rempah atau bumbu yang rasanya terlalu kuat sebaiknya ditunda dulu pengenalannya hingga anak lebih besar lagi. Anak akan kaget bahkan bisa saja tidak suka.

Sebaiknya, hidangkan makanan yang sudah familiar di lidah anak. Sate dan nasi goreng, contohnya. Mayoritas anak tentu sudah akrab dengan bentuk penyajian dan rasanya. "Kenalkan sate dan nasi goreng khas daerah," saran Arie yang masih sibuk menjalankan misi Ekspedisi Kuliner Nusantara.

Selain jenis makanan, perhatikan pula tempat atau lokasi makanan daerah. Jangan pilih tempat yang terlalu eksklusif. Pilih tempat yang nyaman untuk anak. Bagaimana dengan pasar tradisional? Anak boleh saja diajak ke sana supaya mereka bisa mengetahui banyak makanan daerah berikut tempat membelinya. "Walaupun nantinya makanan dibungkus untuk dimakan di rumah, paling tidak anak bisa icip-icip di pasar," kata Arie.

Selanjutnya, buat suasana menyenangkan saat menikmati menu baru. Sebelumnya, penting juga mengajak anak menonton program kuliner di televisi yang episodenya tentang liputan makanan daerah. Tujuannya supaya anak terlebih dulu mengenal makanan daerah. "Dari situ akan terbangun rasa tertarik dan kemudian anak mau mencoba," ujar Arie.

Kendala utama mengenalkan makanan baru pada anak ada pada preferensi atau selera rasa anak yang sudah terbiasa dengan makanan instan. Oleh karena itu, sebaiknya ayah dan ibu harus memperluas preferensi rasa anak saat makan sehari-hari. Kenalkan beragam makanan sejak dini. "Sekali-kali selipkan makanan daerah dalam menu makan keluarga," ucap Arie.

Jika anak sudah agak besar, pada usia SD atau SMP, selipkan pula edukasi terkait makanan daerah. Jelaskan sejarah makanan tersebut, daerah asalnya, cara membuat, berikut bahan-bahannya. Gudeg, misalnya, bisa diulas isinya, asal warna cokelat gudeg, dan lainnya. "Dengan begitu wawasan kuliner nusantara anak semakin luas," komentar Arie.

Perhatikan Kadar Gizi

Memperkenalkan ragam makanan daerah akan membuat anak mampu menghargai makanan dari berbagai jenis kebudayaan. Saat makan bersama, suasana santai harus tetap terjaga. "Tak ada keharusan anak menyantapnya jika memang tak menyukai makanan tersebut," kata dokter spesialis gizi klinik dari Melinda Hospital, Bandung, Jawa Barat, dr Johanes Chandrawinata MND SpGK.

Makanan yang bewarna cerah berlebihan sebaiknya dihindari karena mungkin mengandung zat warna yang bukan untuk makanan. Selain itu, makanan yang tampaknya cenderung tahan lama disimpan di suhu ruangan juga ber potensi mengandung zat pengawet berlebihan. Bisa jadi, zat pengawetnya bahkan bukan untuk makanan, entah mengunakan boraks dan formalin.

Saat wisata kuliner, pastikan orang tua memerhatikan kecukupan gizi anak. Makanan harus mengandung ketiga zat gizi utama, yaitu karbohidrat, lemak, dan protein dalam jumlah seimbang disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, dan tingkat aktivitas fisik anak. Anak yang baru belajar makanan keluarga sebaiknya tidak diberikan hidangan yang pedas, keras, atau sulit dikunyah (liat).

Dampingi anak ketika ia bila mengunyah makanan yang berbentuk bulat seperti bakso. Waspadai kemungkinan anak tersedak makanan. "Makanan harus dalam ukuran yang bisa dikunyah oleh anak dan cukup empuk," ujar Johanes.

Makanan yang dibeli juga harus terjaga kebersihannya agar anak dan keluarga terhindar dari keracunan makanan. Risikonya terlalu besar untuk diremehkan. Makanan yang tak bersih berpotensi menimbulkan muntaber dan tipes. "Street food sebaiknya dihindari bila tidak terjamin kebersihannya," saran Johanes.

Anak lebih rentan terkena infeksi dan keracunan dari makanan. Hindari street food yang pasokan airnya tidak mengalir, berada di tempat yang banyak debu, dekat tempat sampah, dan banyak lalatnya. "Yang mungkin aman dikonsumsi adalah makanan yang diolah dengan suhu tinggi seperti nasi atau mi goreng, mi kuah, nasi tim, dan lainnya," kata Johanes.

Selain itu, hindari makanan yang pengolahannya memerlukan bahan mentah seperti rujak tumbuk. Sebaiknya, tak usah beli jajanan pinggir jalan yang proses pencucian alat-alat makannya tidak bersih. Perhatikan juga kebersihan penjualnya.

Masih tertarik membeli jajanan pinggir jalan yang tampaknya sedap? Coba saja bawa alat makan sendiri. Praktisnya, bawa alat makan sekali pakai yang tahan panas dan dingin. "Cara ini lebih aman ketimbang memakai mangkuk dan sendok si penjual yang tak terjamin kebersihannya," ucap Johanes.

Agar pemenuhan gizi anak selama berlibur tetap tercukupi, jaga pola makannya. Perhatikan pula kecukupan minumnya. "Makan utama tiga kali sehari, camilan di antara waktu makan, minum susu dua kali sehari, dan berikan buah-buahan dan sayuran saat makan agar tetap baik asupan gizinya," urai Johanes.

Toleransi Rasa

Ketika mengajak anak berpetualang rasa kuliner, dr Johanes Chandrawinata MND SpGK mengatakan, sebaiknya orang tua tidak memilihkan makanan yang rasanya terlampau kuat. Baik terlalu manis, asin, asam, atau pedas. Rasa asam dan pedas berlebihan dapat menimbulkan sakit perut dan nyeri lambung.

Bila mampir di restoran yang menunya asing, cobalah memilih makanan yang rasanya tidak terlalu berlebihan. Andaikan masakan di sana pedas sekali, mintalah agar makanannya dikurangi tingkat kepedasnya.

Anak mungkin akan tertarik mencoba makanan yang juga dimakan oleh orang tuanya. Jadi, sikap orang tua dalam petualangan kuliner juga membantu anak untuk mau mencoba makanan baru. Bagaimana kalau anak menutup mulut pada makanan lokal? "Tentunya ayah dan bunda harus selalu siap sedia makanan darurat, seperti abon, sarden, mi instan, dan makanan lain yang akrab di lidah anak," saran Johanes.

Perlu diingat, nafsu makan pada balita sering naik-turun jadi tidak perlu terlalu risau. Anak yang lebih besar biasanya sudah lebih baik nafsu makannya. Pada saat makan, biarkan anak makan semampunya tanpa ada keharusan untuk menghabiskan makanan yang disediakan. Dengan demikian, suasana menyenangkan di acara makan keluarga di mana pun tetap terjaga.

Tetap Sehat

Agar liburan tetap menyenangkan dan perut anak tetap kenyang, perhatikan saran dari Dr dr Yustina Anie Indriastuti Msc SpG(K) berikut ini.

1. Pilih makanan daerah yang gizinya cukup. Sesuai dengan usia anak.

2. Pilih makanan yang bersih sehingga tidak membuat diare.

3. Hindari makanan yang rasanya pedas dan asam.

4. Sebelum mengenalkan anak makanan daerah, berikan penjelasan yang memadai kepada anak. Ceritakan daerah tujuan berikut kemungkinan makanan yang akan dicicpi. Dengan begitu anak akan lebih siap mengantisipasi pengalaman baru.

5. Sebaiknya orang tua biasakan mengenalkan makanan daerah di rumah. Lebih baik jika ibu membuatnya sendiri.

6. Jika anak tidak mau makan makanan daerah yang baru dikenalnya, jangan dipaksa. Cari alternatif makanan lain yang anak suka. Sesuaikan makanan dengan selera anak.

7. Penuhi gizi anak selama berlibur. Makan tiga  kali dan kudapan tiga kali. Biasanya saat berlibur anak lebih sering bermain dan menjadi susah makan. Upayakan agar jadwal makan terartur tetap terjaga. Perhatian kondisi anak agar tak sampai jatuh sakit selama bepergian. rep:desy susilawati ed: reiny dwinanda

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement