Merindukan debur ombak dan desau angin laut? Rindu menyapa segerombolan ikan dan kawanan terumbu karang saat snorkeling dan diving? Bira adalah daerah yang paling pas untuk melepas rindu pada kecantikan pariwisata bahari.
Siapa yang tidak ingin melepas penat dengan menikmati deburan ombak dan bercanda ria menikmati senja di pinggir pantai? Tentu semua akan mengangkat jari untuk menikmatinya. Keindahan alam bawah laut bisa kita nikmati di daerah yang masuk dalam Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulu Kumba, ini.
Di sana, kita dapat mengeksplorasi eloknya alam bawah laut saat menyelam, merasakan sensasi terpelanting ke dalam laut saat naik banana boat, dan menikmati panorama senja di bibir pantai.
Dan … begitulah. Langit sudah pekat ketika saya sampai di Bira. Karena saya pergi bersama dengan teman asli Bira, maka saya menginap di rumah keluarganya. Sungguh sangat menyenangkan bisa merasakan tidur di rumah penduduk lokal. Apalagi, konstruksi rumah teman saya masih berupa rumah panggung.
Seperti kawasan wisata lainnya, di sana banyak sekali penginapan nyaman mulai dari yang mewah sampai yang murah meriah. Fasilitas yang disediakan pun beragam. Seperti makan pagi, kipas angin atau air conditioner, sampai penawaran penginapan berbentuk rumah panggung dengan pemandangan langsung menghadap pantai.
Harga penginapan di sana berkisar dari Rp 150 ribu - Rp 500 ribu per malam. Namun, tarif itu bisa naik sampai Rp 1 juta jika sedang musim liburan. Penginapan umumnya berada di dekat kawasan pantai Tanjung Bira. Sehingga, memudahkan para wisatawan untuk pergi ke pantai karena hanya tinggal berjalan kaki untuk sampai di pantai.
Bira memiliki beberapa pantai yang memesona. Namun, pantai yang paling terkenal adalah Pantai Tanjung Bira. Sedangkan, pantai tetangganya yaitu Pantai Bara letaknya agak tersembunyi sehingga jarang pengunjung yang mendatangi pantai tersebut. Kami menuju Pantai Tanjung Bira dengan menggunakan motor. Tiket masuk Tanjung Bira dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok anak-anak Rp 3.000 per orang, dewasa, Rp 10.000 per orang, dan wisatawan mancanegara Rp 20 ribu. Beruntung, saya pergi bersama orang lokal sehingga tidak perlu membeli karcis masuk.
Begitu menginjakkan kaki di pantai, saya langsung takjub melihat cantiknya gradasi air laut di sana. Setelah saya melepas pandangan ke lepas pantai, seketika saya langsung teringat oleh julukan pasir bedak untuk Tanjung Bira. Saya coba ambil segenggam pasir yang hampir membawa kepiting kecil berwarna transparan. Ternyata, Ini bukan sembarang perkataan, karena ketika saya memegang pasirnya, butir-butirnya benar-benar halus seperti sedang memegang bedak. Ketika basah dengan air laut pun pasirnya menjadi lentur layaknya bahan pembuat clay.
Karena begitu halus saya bisa bermain sepuasnya dengan pura-pura menjadikan masker wajah. Membuat istana dan rumah-rumah dengan pasir juga kegiatan yang menyenangkan. Selain itu, kita dapat melakukan permainan air seperti banana boat. Harga sewanya berkisar Rp 15 ribu- Rp 20 ribu.
***
Menyapa Penghuni Laut Lihukang Lohe
Menikmati wisata laut di Bira terasa kurang bila tidak melakukan snorkeling atau diving. Namun, untuk melakukan kedua hal itu kita harus melakukannya di Pulau Lihukang Lohe atau Pulau Kambing. Karena di kedua pulau itu terdapat beberapa spot terbaik. Agar bisa sampai ke kedua pulau tersebut, kami harus menyewa kapal.
Sayangnya, teman saya hanya bisa mengantar namun tidak bisa menemani menyeberang pulau. Karena saya hanya sendirian maka saya harus mencari teman untuk bisa pergi ke sana. Keberuntungan tampaknya masih melekat pada saya. Ketika sedang asyik memandang pantai tampaklah dua sosok perempuan asal Kalimantan, yaitu Mbak Retno dan Mbak Liest yang juga akan pergi ke Pulau Lihukang Lohe. Saya pun ikut grup mereka. Kami hanya pergi ke satu pulau saja.
Biaya sewa perahu Rp 350 ribu sehingga kami bisa patungan untuk membayarnya. Sedangkan, bila pergi ke kedua pulau harga berkisar Rp 500 ribu- Rp 700 ribu tergantung kita menawarnya. Karena saya sudah membawa peralatan snorkel saya tidak usah meminjamnya lagi. Kalau meminjam alat snorkel maka menambah biaya Rp 25 ribu/alat.
Sebelum pergi ke Pulau Lihukang, saya dan teman serombongan merapat ke tempat penangkaran kura-kura. Di sana terdapat enam kura-kura dengan dua kura-kura yang sangat besar. Diperkirakan usianya sudah ratusan tahun. Mereka sudah jinak dan bisa dipegang untuk diajak foto bersama. Bila kita mampir di sana dan hanya melihat-lihat kura-kura maka biayanya Rp 5.000. Tapi, bila berenang biaya ditambah Rp 10.000 sehingga menjadi Rp 15 ribu. Dua puluh menit bermain bersama kura-kura kami melanjutkan perjalanan ke Pulau Lihukang.
Setelah menemukan spot yang bagus untuk snorkeling, Satu persatu dari kami turun. kami pun berenang dan merasa begitu terpesona dengan keindahan alam Bira. Karang-karang yang cantik dijadikan tempat segerombolan ikan bersembunyi. Beberapa ikan tampak malu-malu dan segera menghindar ketika saya menghampiri. Setelah puas menikmati alam bawah laut dan mengabadikan kekayaan laut yang cantik ini, kami diajak untuk kembali naik ke atas perahu untuk singgah ke pantai.
***
Semua Perempuan Bisa Menenun
Pulau Lihukang dihuni oleh beberapa keluarga. Para lelaki di sana hidup melaut sedangkan para perempuan selain mengasuh anak juga menenun. Ada yang unik dari tradisi menenun di Bira. Semua perempuan wajib untuk bisa menenun sehingga sulit rasanya mencari perempuan Bira yang tidak bisa menenun. Hal itu karena ada kepercayaan bahwa bila perempuan tidak bisa menenun susah untuk mencari jodoh karena dianggap bukan istri yang baik.
Ada pula cerita yang berkembang bahwa dahulu bila sang suami berlayar dan istri ditinggal pergi maka bukti kesetiaan istri diukur dari jumlah kain hasil tenunan. Bila ternyata jumlahnya sedikit dan tetangganya juga tidak melihat bahwa sang istri sakit maka suami akan meragukan kesetiaan istrinya. Saya tersenyum mendengar cerita tersebut. Karena Pulau Lihukang sudah sering dikunjungi sehingga sudah banyak juga penginapan dan warung makan yang dibuka di sana.
Berbeda dengan Pulau Kambing yang tidak memiliki penghuni selain para kambing yang dititipkan pemiliknya di pulau itu. Setiap beberapa bulan pemilik akan meletakkan kambingnya dan kemudian akan diambil ketika mereka memerlukan kambingnya.
Kedua teman saya membeli kain tenun khas Bira. Rata-rata harganya Rp 200 ribu cukup mahal karena memang cara membuatnya pun sulit. Setelah membayar kami pun kembali ke Pantai Tanjung Bira.
Perut tidak sabar untuk segera diisi setelah lama bermain air dan berjalan. Tidak perlu khawatir susah mencari makan di sana karena ada banyak sekali rumah makan yang menawarkan ikan-ikan segar untuk disantap. Bila ingin suasana yang sedikit berbeda bisa mencoba rumah makan dengan desain sebuah kapal phinisi. Sehingga, bila kita makan di sana akan terasa seperti makan sambil berlayar. Apalagi dengan belaian angin lembut dan suara debur ombak menambah romantis suasana. Selain wisata laut di sana kita juga bisa mengunjungi tana beru tempat pembuatan kapal phinisi yang gagah. Tertarik mencoba?
***
Bagaimana Cara ke Bira?
Untuk mencapai Bira dari Bandara Hasanuddin Makassar, kita harus menuju Terminal Bus Malengkeri. Tempat tersebut dapat dicapai dengan menggunakan bus Damri atau taksi. Untuk bus Damri tarifnya adalah Rp 25 ribu. Sedangkan, taksi sekitar Rp 100 ribu. Bisa lebih mahal atau murah tergantung negosiasi dengan sopir taksi.
Bila Damri yang dipilih, mintalah kepada sopir untuk diturunkan di Lapangan Karebosi. Perjalanan Bandara menuju Lapangan Karebosi sekitar satu jam perjalanan. kemudian disambung dengan angkutan lokal atau biasa disebut pete-pete yang berwarna merah. Bila bingung tanyakan pada penduduk lokal atau sopir angkutan. Mereka akan dengan senang hati menunjukkan pete-pete yang tepat.
Sampai di terminal, carilah mobil travel yang akan berangkat menuju Bira. Mobil travel ini adalah mobil-mobil pribadi yang diberdayakan oleh pemiliknya sebagai modal ekonomi untuk mendapatkan penghasilan. Alhasil, pelatnya pun sudah diubah menjadi warna kuning.
Ongkos perjalanan menggunakan mobil travel ini sebesar Rp 50 ribu sekali jalan. Jangan khawatir tersesat. Sebab, mereka akan mengantar sampai tempat yang dituju. Cukup jelaskan dengan detail tempat kita menginap pada sang sopir saat akan berangkat. Baiknya, kita mencatat nomor kontak sopir travel agar bisa memesan bangku dan meminta untuk dijemput ketika akan kembali ke Makassar.
Perjalanan menuju Bira lebih kurang 200 kilometer ditempuh selama lima sampai enam jam perjalanan. Hal yang sedikit menjadi gangguan ketika menggunakan mobil travel adalah, duduk yang harus berimpitan dengan penumpang lain selama perjalanan berlangsung.
Mengapa demikian? Karena sopir biasanya mengejar keuntungan dengan memadatkan penumpang. Satu bangku panjang bisa diisi hingga empat orang. Namun, sesaknya
dalam kendaraan akan sedikit terobati dengan suguhan pemandangan yang indah sepanjang perjalanan. Hamparan sawah yang hijau dengan jalanan yang berkelok merupakan pemandangan yang memanjakan mata.
Lain hal bila kita berkunjung ke Bira bersama rombongan teman atau keluarga. Kita dapat menyewa mobil saat berada di Makassar. Selain lebih nyaman, ongkosnya bisa dibagi bersama. Ongkos untuk menyewa mobil dimulai sekitar Rp 500 ribu rupiah. ed: nina chairani
Oleh Sari Rahmayati (Cayi)
Traveler dan Pengajar Fakultas Pariwisata Universitas Pancasila Jakarta