REPUBLIKA.CO.ID, KARAKAS -- Kemenangan tipis Nicolas Maduro dalam pemilihan presiden Venezuela menunjukkan penerus Hugo Chavez ini tidak memiliki mandat kuat dari rakyat. Alasan itulah yang membuat pesaingnya, Henrique Capriles, menolak kemenangan Maduro dan menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan penghitungan ulang.
Sayangnya, keinginan Capriles tersebut kandas. KPU Venezuela, Senin (15/4), memutuskan tidak akan melakukan penghitungan ulang. Ketua KPU Tibisay Lucena juga mengritik Capriles karena tidak menghormati hukum dan institusi Venezuela.
Keputusan KPU membuat pendukung Capriles geram. Ribuan pengunjuk rasa tumpah ruah ke pusat pemerintahan di ibu kota, Karakas. Kerumunan massa terdiri atas masyarakat sipil dan kelompok terpelajar. Bentrokan dengan satuan pengamanan tidak dapat terhindarkan, setelah Pasukan Garda Nasional mencoba membubarkan paksa kerumunan demonstran.
Massa melawan dengan melemparkan batu dan botol ke arah petugas. Insiden perkelahian antara pengunjuk dengan polisi juga terekam dalam sebuah video. Satuan keamanan dan militer membalas pengunjuk rasa dengan menembakkan gas air mata dan peluru karet.
Belum ada korban tewas dalam kerusuhan kali ini. Tapi, dikhawatirkan kerusuhan serupa akan terus berlanjut dan dapat membuat Venezuela tak stabil. Ini adalah situasi politik terpanas pascawafatnya Hugo Chavez, 5 Maret. Pemerintah mengklaim, situasi di ibu kota Karakas masih kondisif. Mereka juga mengecam aksi kerusuhan.
“Apa yang terjadi kemarin adalah kebohongan. Oposisi menang dan mereka tahu itu,” ujar Briand Alvar salah seorang pengunjuk rasa. Kericuhan juga pecah di sejumlah wilayah lain, termasuk di negara bagian Barinas, kampung halaman Chavez. Laman the Guardian melansir, kelompok massa terkonsentrasi di enam wilayah kaya di ibu kota.
Capriles berharap, aksi protes ini akan semakin melemahkan mandat Maduro. Unjuk rasa akan membangkitkan kemarahan oposisi serta menunjukkan kebobrokan komisi pemilihan yang lebih mendukung partai berkuasa. Ketua KPU tak menggubris desakan para demonstran tersebut. “Ancaman dan intimidasi bukanlah jalan untuk menggugat keputusan itu,” kata Lucena.
Nicolas Maduro unggul tipis atas Caprilles dengan selisih tak sampai dua persen atau sekitar 265 ribu. Mantan supir bus itu mendapat dukungan 50,8 persen suara. Sementara, Caprilles yang mendapat 49 persen mengaku menang dengan selisih di atas 300 ribu suara.
“Terpilihnya Maduro adalah tidak sah,” kata Caprilles. Mantan Gubernur Miranda ini mengatakan, setidaknya terdapat 3.200 insiden penipuan yang dilakukan kelompok Maduro. Hal tersebut menjadi dasar kuat untuk segera dilakukannya penghitungan ulang.
Ketua tim pemenangan Maduro, Jorge Rodriguez, mengatakan, kekecewaan Caprilles adalah wajar. Dia menilai, pemilihan berlangsung independen dan tanpa kecurangan. Rodriguez menegaskan, upaya penggalangan massa untuk membuat kerusuhan mendekati kudeta.
Maduro (50 tahun) menjelaskan, sistem elektronik dalam pemilihan meminimalisasi kecurangan. Sebetulnya, dia tidak menolak adanya penghitungan ulang. Tapi, keputusan itu bukan ditangannya. “Jika mereka ingin melakukan audit (penghitungan ulang) saya persilakan,” kata dia.
Maduro menuduh demonstran dari oposisi telah menyerang klinik milik pemerintah dan rumah ketua KPU. Mantan wakil presiden ini mengajak pendukungnya untuk menggelar aksi damai tandingan, Selasa (16/4). Maduro akan disumpah, Jumat pekan ini. Dia akan memimpin hingga 2019.
Kalangan internasional menyambut terpilihnya Maduro sebagai pengganti mendiang Chavez. Sahabat kental Chavez di Havana, Kuba, Presiden Raul Castro, mengucapkan selamat dan mengakui kepemimpinan Maduro. Ucapan selamat juga disampaikan Presiden Federasi Rusia, Vladimir Putin. Sementara, Amerika Serikat (AS) hingga sekarang masih belum bersikap tegas. Gedung Putih mendukung komisi pemilihan setempat untuk melakukan audit mengingat tipisnya suara. “Kami hanya ingin memastikan kehendak rakyat Venezuela terpenuhi,” kata juru bicara di Washington, Senin (15/4). n bambang noroyono/ap/reuters ed: teguh firmansyah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.