Ahad 21 Apr 2013 13:10 WIB
Ujian Nasional

Kekacauan UN SMA tak Terbayarkan

  Seorang tahanan Polsek Kenjeran, Surabaya ikut serta dalam ujian nasional di aula Polres Pelabuhan Tanjung Perak,Surabaya, Senin (15/4).
Foto: Ikhbalandie
Seorang tahanan Polsek Kenjeran, Surabaya ikut serta dalam ujian nasional di aula Polres Pelabuhan Tanjung Perak,Surabaya, Senin (15/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Banyak pihak angkat suara atas kekacauan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tingkat SMA pekan lalu. Peneliti Kajian Budaya dan Pengamat Sosial Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, mengatakan, bila penyelenggaraan UN tingkat SMP minggu depan berlangsung sukses, bukan berarti kesalahan teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang mewarnai UN SMA, akan tergantikan.

“Tidak terbayar. Sebab, ini negara, menyangkut umat manusia. Ini bukan dagangan, yang kalau di satu sisi rugi maka di bidang lainnya untung, impas,” ujar Devie di Jakarta, Sabtu (20/4).

Ia mengatakan, permintaan maaf dan ucapan pertanggungjawaban yang dinyatakan Kemendikbud tidak cukup membayar seluruh kerugian yang dialami masyarakat. Menurutnya, Mendikbud Mohammad Nuh harus mampu berlaku tegas dalam menentukan siapa yang harus bertanggung jawab atas terundurnya pelaksanaan UN SMA di 11 provinsi.

 

Sementara itu, di Palangkaraya, Wakil Presiden Boediono meminta agar masyarakat tidak menyalahkan Mendikbud atas kekacauan yang timbul pada pelaksanaan UN 2013. “Jangan salahkan Pak Menteri. UN itu sudah ada sejak 2500 tahun lalu. Yang ada sekarang adalah penyesuaiannya dengan zaman,” katanya pada saat bersilaturahim dengan komunitas pendidikan di SMA 1 Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Sabtu (20/4).

UN yang dimaksud Wapres tak lain bersumber pada ajaran Confusius. Pada saat tertentu, pendidikan pun harus ada penilaiannya sehingga kemajuan suatu bangsa dilihat dari parameter pendidikan bisa terlihat.

Melihat fakta yang terjadi Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Uchok sky Khadafi, menduga kuat adanya indikasi praktik korupsi yang dilakukan oleh internal Kemendikbud RI sebagai penyelenggara UN. “Diduga adanya indikasi penyimpangan dalam hal penggandaan dan pendistribusian soal-soalnya,” ujarnya.

Ia mengatakan, seharusnya ada dua perusahaan yang menangani penggandaan dan pendistribusian soal-soal agar UN berjalan serentak. Namun, kenyataannya, hanya satu perusahaan yang dilibatkan Kemendikbud.

“Hanya perusahaan percetakannya saja. Sedangkan, perusahaan kargonya tidak,” ucap Uchok. Sehingga, hal inilah yang membuat terlambatnya pengiriman soal-soal UN di 11 provinsi yang mengalami pengunduran UN.

Selain itu, Fitra pun menilai, kualitas kertas soal UN buruk dan mudah rusak. Mereka menilai, yang seharusnya bertanggung jawab atas dua hal vital ini ialah Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud.

Fitra juga mempunyai dugaan kuat lain atas praktik korupsi yang dilakukan Kemendikbud. Yakni, terkait pelolosan salah satu perseroan terbatas (PT) yang memenangkan tender pencetakan paket soal UN tahun ini. Uchok menjelaskan, PT Ghalia sudah kalah dalam pemenangan tender, tetapi tetap dimenangkan. Oleh karena itu, Fitra meminta KPK agar segera menginvestigasi dugaan praktik yang dimaksudkan. n esthi maharani/c61/c70 ed: nina ch

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement