Jumat 26 Apr 2013 08:18 WIB
Kasus Susno Duadji

Kejakgung Ultimatum Susno Duadji

Jaksa Agung Basrief Arief
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Jaksa Agung Basrief Arief

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) tidak kunjung berhasil mengeksekusi mantan kepala Badan Reserse dan Kriminal Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji. Jaksa Agung Basrief Arief pun mengimbau Susno untuk menyerahkan diri.

Susno diharapkan berhenti menolak pelaksanaan putusan pengadilan yang menghukumnya 3,5 tahun penjara setelah upaya paksa gagal dilakukan pada Rabu (24/4). Sebelumnya, Kejakgung juga sudah berupaya melakukan eksekusi dengan melayangkan tiga kali surat panggilan.

Basrief mengatakan, kalau Susno tidak menyerahkan diri, Kejakgung akan kembali melakukan penjemputan paksa. “Kejaksaan akan jemput, lebih cepat lebih baik,” kata dia, Kamis (25/4).

Basrief menjelaskan, putusan Susno sudah berkekuatan hukum tetap. Tanpa adanya perintah penahanan dari majelis hakim Mahkamah Agung, kejaksaan harus melaksanakan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Susno seharusnya juga tidak mempersoalkan kesalahan nomor dan perihal teknis lainnya untuk melaksanakan perintah pengadilan ini. Dia mengatakan, kesalahan teknis tidak bisa menggugurkan substansi. “Masa iya batal demi hukum. Saya kira tidak,” ujar dia.

Basrief juga sudah bertemu dengan Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo di Mabes Polri terkait eksekusi Susno. Usai pertemuan, Timur menyatakan siap mengamankan eksekusi yang dilakukan oleh kejaksaan.

Menurut Kapolri, pihaknya tidak bermaksud menghalang-halangi upaya kejaksaan melakukan eksekusi terhadap Susno di rumahnya di Bandung, Jawa Barat. Susno dibawa ke Polda Jawa Barat karena dia merasa terancam. Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan perlindungan. “Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan bila dalam keadaan terancam," kata Timur.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan, pihaknya hanya memfasilitasi kejaksaan dan Susno dalam proses eksekusi itu. Mediasi dilakukan di Polda Jabar untuk mencegah terjadinya bentrokan.

Sebab, ada dua kelompok massa, baik yang pro maupun kontra, di halaman rumah Susno ketika kejaksaan akan melakukan eksekusi. “Tak ada keterlibatan secara aktif dalam perundingan. Kami menghargai jaksa yang akan melakukan eksekusi,” ujar Martinus.

Setelah dari Polda Jabar, Susno kemudian berangkat ke Jakarta. Kuasa hukum Susno Fredrich Yunadi bersikukuh kliennya akan terus menolak upaya eksekusi karena tidak adanya perintah penahanan dalam putusan MA.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Djoko Suyanto meminta semua pihak untuk tidak menafsirkan beragam putusan hukum atas Susno. “Tidak boleh ada interpretasi lain terkait penegakan hukum. Kapolri dan Jaksa Agung harus segera menyelesaikan masalah ini,” kata dia.

Praktisi hukum senior Todung Mulya Lubis mengatakan, putusan MA yang menolak kasasi Susno dan jaksa seharusnya tidak diperdebatkan. Meski tidak ada perintah penahanan, putusan itu sudah menguatkan pengadilan di tingkat sebelumnya.

Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia Chaerul Huda menilai perlu ada fatwa MA terkait putusan tersebut. Fatwa itu penting untuk memutuskan apakah putusan PT DKI bisa dilaksanakan atau tidak. n djoko suceno/esthi maharani/bilal ramadhan/c60 ed: ratna puspita

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement