Selasa 18 Jun 2013 01:57 WIB
G20

Pertemuan G20 Disadap

Pertemuan G20, ilustrasi
Foto: G20
Pertemuan G20, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Politikus asing dan pejabat yang ikut dalam pertemuan G20 di London, Inggris, pada 2009 menjadi korban penyadapan. Komputer dan telepon mereka diawasi agen mata-mata Inggris. Hal itu terungkap dalam laporan the Guardian yang dikeluarkan Ahad (16/6).

Berdasarkan dokumen yang diperoleh the Guardian, beberapa delegasi dikelabui melalui fasilitas kafe internet dalam pertemuan itu. Padahal, fasilitas tersebut sengaja disediakan badan intelijen Inggris untuk membaca lalu lintas e-mail pengguna. 

Terungkapnya aksi mata-mata ini sepertinya bakal mengganggu agenda pertemun G8 di London yang dibuka Senin (17/6) waktu setempat. Sebab, semua negara G8 merupakan anggota G20 yang ikut hadir dalam pertemuan 2009 silam.

Bukan tidak mungkin mereka akan mempertanyakan persoalan ini kepada Perdana Menteri Inggris apakah mereka menjadi target. Lalu, bagaimana dengan pertemuan kali ini, apakah pemerintah Inggris akan melakukan cara yang sama? 

Sebelumnya, kasus menghebohkan serupa mencuat setelah mantan karyawan Badan Intelijen AS (CIA) Edward Snowden mengungkap aksi mata-mata Badan Keamanan Nasional AS (NSA). 

NSA mengumpulkan jutaan data telekomunikasi warga dan menyadap jaringan internet termasuk media sosial seperti Facebook. NSA mengklaim aksi penyadapan itu dilakukan untuk mencegah aksi terorisme.

Terkuaknya beragam kasus penyadapan semakin menambah daftar pertanyaan tentang sejauh mana badan intelijen bisa dibenarkan melakukan pengintaian. Termasuk, apa yang dilakukan oleh badan intelijen Inggris yang berfungsi memberikan sinyal intelijen (GCHQ) dan NSA.

Karena pengintaian dalam pertemuan G20 diduga dirancang bukan sekadar tujuan keamanan, tapi juga alasan politik. Di antara target yang diintai, termasuk di dalamnya adalah Afrika Selatan dan Turki.

Pada pertemuan menteri keuangan di London, September 2009, salah satu delegasi yang disadap adalah Menteri Keuangan Turki Mehmet Simsek serta 15 menteri junior lain juga pejabat dalam delegasinya. Tidak cukup beralasan jika Simsek dan partainya diduga terlibat dalam tindakan kriminal.

Dalam dokumen yang diperoleh the Guardian disebutkan bagaimana tujuan politik dimaksud, yakni memetakan posisi Turki dalam KTT London serta keinginan mengetahui keputusan mereka untuk mau bekerja sama atau tidak dengan negara G20 lainnya.  

Menurut the Guardian, rumor pengintaian semacam ini selalu muncul dalam pertemuan-pertemuan internasional. Namun, sangat tidak mudah untuk mengemukakan bukti dan detail tuduhan itu.

Bukti pengintaian pertemuan G20 pada 2009 merupakan satu dari dokumen rahasia yang dibocorkan Edward Snowden (29 tahun). Dokumen itu menunjukkan, selama pertemuan G20 pada April hingga September 2009, GCHQ merancang operasi yang tersusun rapi dalam dokumen yang disebut "kemampuan terobosan intelijen" untuk menyadap komunikasi para delegasi.

 Rancangan kegiatan GCHQ meliputi pembuatan kafe internet, membobol akses Blackberry delegasi untuk memonitor telepon dan e-mail pengguna, mempekerjakan 45 analis untuk mengecek alur komunikasi delegasi, serta memantau intensif Menteri Keuangan Turki dan 15 orang di partainya yang telah dibidik sebagai target.

GCHQ  juga menerima data NSA atas penyadapan percakapan telepon seluler Pemimpin Rusia Dmitry Medvedev. Dokumen itu menunjukkan operasi tersebut telah direstui pimpinan pemerintahan, termasuk perdana menteri Inggris ketika itu, Gordon Brown, dan kepala badan intelijen.

Dalam slide yang dibocorkan Snowden, taktik semacam ini merupakan hal yang sering dilakukan Inggris dalam berbagai pertemuan. GCHQ menggunakan istilah internal yang menjabarkan ''aktivitas koleksi aktif membaca surat eletronik tanpa memindahkannya dari server".

Program ini berfungsi untuk membaca surat elektronik milik seseorang sebelum atau saat dibaca pemilik akun kotak surat. Inggris beberapa waktu lalu melarang Snowden untuk masuk ke negara mereka. Secara terpisah, Cina untuk pertama kali, Senin (17/6), meminta Washington untuk menjelaskan aksi pengawasan mereka terhadap komunitas internasional.  n reuters/c20 ed: teguh firmansyah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement