REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sidang pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR yang mengagendakan pembahas revisi Undang-Undang Pemilihan Presiden No 42 Tahun 2008 gagal mengambil keputusan. Fraksi PDI Perjuangan tidak hadir, sehingga sidang pleno harus ditunda. “Rapat Baleg pembahasan revisi UU Pilpres ditunda agendanya karena fraksi PDIP menghadiri pelantikan Pak Sidarto di MPR,” kata anggota Baleg Fraksi Partai Golkar Nurul Arifin kepada wartawan di kompleks parlemen Senayan, Senin (8/7).
Sedianya, rapat pleno Baleg akan membahas nasib revisi UU Pilpres. Selama ini, fraksi-fraksi tidak menemukan kata sepakat soal pembahasan revisi UU Pilpres. Perbedaan pandangan fraksi-fraksai terjadi pada penetapan angka presidential thereshold pada Pilpres 2014.
Terkait sikap Fraksi Golkar, Nurul mengatakan, fraksinya tidak menginginkan revisi UU Pilpres dilanjutkan. Menurutnya, undang-undang yang berlaku sekarang masih bisa digunakan pada Pilpres 2014. “Kami merasa yang lama masih relevan,” ujarnya.
Nurul membantah sikap Golkar mempertahankan UU Pilpres No 42 /2008 karena tidak ingin angka presidential thereshold 20 persen diubah. Menurutnya, perubahan presidential thereshold bisa membingungkan masyarakat lantaran capres-capres yang muncul akan bertambah banyak. “Dari tahun ke tahun, tidak ada calon lebih dari lima orang. Lebih banyak hanya membuat bingung,” katanya.
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto mengatakan, fraksinya menolak melanjutkan pembahasan revisi UU Pilpres. “Kami masih menginginkan menggunakan undang-undang lama,” kata Bambang kepada wartawan, Senin (8/7).
Bambang mengklaim PDI Perjuangan tidak sendiri menolak revisi UU Pilpres. Menurutnya, ada sejumlah fraksi lain yang juga menolak pembahasan RUU Pilpres diteruskan ke sidang paripurna. “Fraksi mana saja yang bersepakat menolak? Golkar, Demokrat, PDIP, PAN, PKB, PKS,” ujarnya.
Melihat komposisi yang ada sekarang, berarti hanya tinggal Hanura, PPP, dan Gerindra yang ingin pembahasan RUU Pilpres dilanjutkan. Mereka menginginkan revisi untuk menurunkan besaran presidential threshold dari angka 20 persen kursi legislatif atau 25 persen perolehan suara sah nasional di pemilu legislatif.
Bambang membantah sikap fraksinya menolak pembahasan RUU Pilpres karena tidak ingin ada penurunan besaran presidential threshold. Sehingga, partai kecil akan terjegal untuk bisa mengusung capres di Pilpres 2014.
Bambang menyebut sikap PDI Perjuangan bukan untuk menjegal lawan politiknya, melainkan karena PDI Perjuangan ingin presiden terpilih nanti memiliki dukungan yang kuat di parlemen.
Tanpa itu, lanjutnya, roda pemerintahan tidak akan berjalan stabil. “Orang harus melihat sejarah kalau menjadi presiden tidak mendapat dukungan dari partai maka sulit menjalankan pemerintahan,” ujarnya.
Bambang mengatakan, saat ini partainya masih fokus memenangkan Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. Menurutnya, hasil pileg akan menjadi titik tolak partai-partai dalam mengambil kebijakan mengusung capres. “Akan sangat tidak terkendali kalau kesepakatan dilakukan individual tanpa melihat hasil pileg,” katanya.
Sementara, Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella menganggap aneh kalau ada partai di parlemen mempersoalkan besaran presidential threshold sebesar 25 persen suara nasional atau 20 persen kursi di DPR. “Partai Nasdem tak berada dalam posisi untuk setuju atau tidak ada terhadap revisi UU Pilpres,” kata Rio.
Hal ini, lanjutnya, karena UU tersebut dibuat oleh DPR dan seluruh fraksi partai yang ada saat ini. Dia justru merasa aneh bila partai yang berada di parlemen menganggap presidential threshold 25 persen terlalu besar. “Bukan soal apakah Nasdem bisa memenuhinya atau tidak. Tapi, yang terpenting besaran PT (presidential threshold ) itu untuk kepentingan bangsa. Kalau perlu, PT-nya sebesar 50 persen dari suara nasional. Jadi, hanya ada dua calon presiden,” kata Rio. n m akbar wijaya/antara ed: joko sadewo
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.