REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - DPR meminta pemerintah dan masyarakat untuk waspada terkait penempatan 2.500 personel Marinir Amerika Serikat di Pulau Cocos. Sebab, Pulau Cocos yang masih bagian dari Australia itu berada dekat dari gerbang masuk ke wilayah Indonesia. Pulau Cocos berjarak hanya sekitar lima mil laut di barat daya Pulau Jawa atau sekitar 1.272 km dari Jakarta.
Anggota Komisi I DPR Husnan Bey Fananie mengatakan, penempatan Marinir AS itu tentunya bukan tanpa maksud dan tujuan. "Karena pasukan itu tak ubahnya sebagai pasukan spy drone, yaitu pasukan mata-mata atau striking drone, yang ditempatkan sebagai pasukan penyerang nantinya," kata Husnan kemarin.
Selain keamanan, dia juga meminta Indonesia waspada akan kemungkinan aktivitas pasukan AS itu untuk memantau kekayaan alam Indonesia. Dari berbagai informasi yang dia dapatkan, keberadaan Marinir AS di Pulau Cocos sengaja untuk memata-matai negara-negara di kawasan Asia.
Terkait persoalan penempatan pasukan militer beserta senjata berat di wilayah yang hanya berjarak 1.272 kilometer dari Jakarta, Komisi I menanyakannya langsung kepada Ketua Kongres Amerika Serikat untuk Bidang Luar Negeri Edward Royce, di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (19/2).
"Saya tanyakan apa alasan kuatnya dan argumentasinya penempatan Marinir AS di pulau tersebut. Namun, jawabannya sangat normatif dan diplomatis, bahwa pasukan Marinir ditempatkan atas dasar kerja sama militer yang dijalani dengan Australia dan membantu negara-negara di kawasan Asia saat menghadapi bencana alam," kata Husnan.
Politikus PPP itu mengaku tidak mempermasalahkan alasan yang dikemukakan Edward. Namun, dia tetap merasa ada yang mengganjal dan mencurigakan. Karena, lanjutnya, penempatan pasukan yang memakan dana besar tersebut tidak mungkin sesederhana itu. "Menurut saya, pasti memang AS memiliki agenda besar dalam penempatan pasukannya di Australia, baik dalam jangka pendek dan panjang," pungkas Husnan.
Pengamat intelijen Wawan Purwantoro menilai penempatan pasukan AS di Pulau Cocos memiliki muatan untuk mengamankan kepentingan Paman Sam di Asia Pasifik. Karena itu, AS memilih menutup pangkalannya di Filipina untuk menggesernya ke dekat wilayah Indonesia.
"Kenapa dipilih di Pulau Cocos? Karena untuk mengamankan kepentingan ekonomi dan politik AS, terutama di kawasan Asia Pasifik. Apalagi di Cocos Island jaraknya relatif dekat dengan Freeport di Papua. Freeport itu kepentingan utama ekonomi AS di Asia Pasifik," ujar Wawan.
Dia mengatakan, AS akan sangat diuntungkan dengan menempatkan pasukannya di Pulau Cocos. Sebab, dari Pulau Cocos pesawat-pesawat AS hanya butuh beberapa menit untuk menyentuh langit Kota Jakarta. "Naik pesawat F-16 ke Freeport pun hanya butuh waktu singkat." Menurutnya, dengan kedatangan tentara AS, Indonesia harus lebih menggencarkan usaha diplomasinya. Ini agar tak ada masalah terkait pelanggaran wilayah dan kedaulatan Indonesia.
Di tengah munculnya kritik soal penempatan pasukannya, militer AS malah mengajak Marinir TNI AL latihan bersama. Latihan bersama ini dimulai di Pusat Latihan Tempur Korps Marinir Baluran, Karangtekok, Situbondo, (20/8). Latihan akan berlangsung hingga 6 September.
Asisten Operasi Komandan Korps Marinir (Asops Dankormar) Kolonel Marinir Purwadi, mewakili Komandan Korps Marinir Mayor Jenderal TNI (Mar) A Faridz Washington, mengatakan, kerja sama militer adalah demi menguatkan keamanan global. "Situasi global menuntut kesiapan Korps Marinir secara optimal, khususnya keamanan maritim," kata Komandan Korps Marinir dalam amanatnya yang dibacakan Asops Dankormar.
Untuk mencapai tingkat kesiapan yang optimal, prajurit Korps Marinir yang profesional dituntut untuk memiliki standar tertinggi dalam hal teknik dan taktik guna menangani berbagai situasi yang berkembang. "Dengan pelaksanaan latihan bertajuk Lantern Iron 13-1 itu, maka semua tuntutan dapat terpenuhi, apalagi latihan kali ini memfokuskan pada permasalahan pertempuran di darat dan di laut yang mulai dari perencanaan sampai pelaksanaannya," katanya.
Dalam latihan bersama itu, kedua belah pihak akan dapat saling bertukar pengetahuan, khususnya materi kemampuan intai amfibi, perang hutan, dan menembak jitu melalui metode teori hingga praktik di lapangan. n dyah ratna meta novia/antara ed: abdullah sammy
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.