REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluhkan beberapa tahapan pelaksanaan pemilu masih terkendala anggaran. Pasalnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum mengakomodasi permintaan revisi anggaran yang diajukan KPU. “Upaya revisi anggaran dari Kementerian Keuangan sangat lambat,” kata Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Hotel Borobudur, Jakarta, Ahad (1/9).
Akibatnya, Ferry melanjutkan, anggaran untuk perangkat KPU yang bertugas memasukkan data pemilih ke sistem informasi daftar pemilih (sidalih) belum tersedia. “Sehingga, teman-teman honorarium operator sidalih belum dibayarkan,” ujarnya.
Bahkan, untuk biaya penyetakan form, KPU provinsi dan kabupaten/kota terpaksa menggunakan dana yang sudah dialokasikan untuk keperluan lain. Padahal, honorarium yang harus diberikan tidak begitu besar, hanya Rp 500 ribu per orang.
Operator tersebut bekerja di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Jumlah operator bervariasi tergantung jumlah penduduk di kabupaten tersebut. “Minimal ada dua operator, paling banyak lima orang untuk operator. Tapi dengan beban kerja 24 jam, Rp 500 ribu itu dana yang cukup besar bagi mereka,” ujar Ferry.
Ferry menambahkan, harusnya sesuai prosedur, lima hari sejak pengajuan revisi anggaran disampaikan, Kemenkeu harus menindaklanjutinya. Namun, hingga saat ini setelah dua bulan lebih permintaan revisi diajukan, belum ada jawaban dari Kemenkeu.
Tentu saja persoalan tersebut menjadi ganjalan bagi KPU yang harus bekerja sesuai dengan tahapan yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Pemilu. Berbeda dengan kerja proyek, tanpa anggaran pekerjaan bisa dihentikan. “Kalau buat proyek, kan bisa ditunda. Kalau pemilu, tidak bisa, tidak ada anggaran tidak jalan,” ujarnya.
Selain memasukkan semua data pemilih ke sidalih, operator kini memiliki tugas tambahan. Yakni, menyisir data ganda dalam daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP) sebanyak 1,5 juta data ganda. Untuk mencoret data ganda tersebut, semua operator sidalih ditugaskan untuk mengecek ulang kegandaan tersebut. “Sebenarnya, banyak teman KPU daerah yang sudah teriak-teriak tentang masalah honor ini. Tapi, kami harus tetap mengejar tahapan pemilu yang sudah ditetapkan,” kata Ferry.
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Tengah (Jateng) menemukan lebih dari 200 ribu permasalahan dalam DPSHP. Bawaslu juga mencatat masih banyak masyarakat yang belum terdaftar, seperti pemilih pemula.
Koordinator Divisi Pengawasan dan Humas Bawaslu Jateng Teguh Purnomo mengatakan, sejumlah permasalahan yang ditemukan, di antaranya warga yang sudah meninggal dunia, namun belum dihapus dari DPSHP. Selain itu, warga yang mengalami sakit jiwa, di bawah umur 17 tahun, pemilih ganda, anggota TNI, dan anggota Polri juga masih tercantum dalam DPSHP itu. “Sedangkan, warga yang sudah menikah, pensiunan TNI, serta pensiunan Polri yang sudah memiliki hak pilih justru belum terdaftar dalam DPSHP,” kata Teguh.
Teguh mengatakan, hingga saat ini Bawaslu Jateng masih terus melakukan rekapitulasi permasalahan yang mungkin masih muncul pada DPSHP. Setelah itu, diserahkan ke KPU Jateng untuk dapat ditindaklanjuti. Dia menjelaskan, berdasarkan surat edaran KPU RI No 585/KPU/VIII/2013 tertanggal 22 Agustus 2013, ada masa perpanjangan pengumuman DPSHP sampai dengan 30 Agustus 2013, sedangkan perbaikan DPSHP dilakukan pada 31 Agustus sampai dengan 7 September 2013. n ira sasmita ed: muhammad fakhruddin
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.