REPUBLIKA.CO.ID, Pemandangan di Jalan Medan Merdeka, tepat di seberang Istana Merdeka, terlihat riuh, Senin (16/9). Ribuan buruh yang tergabung dalam sejumlah serikat pekerja memadati lapangan terbuka di depan gerbang menuju Monumen Nasional (Monas).
Kali ini, mereka lagi-lagi menuntut kenaikan upah. Upaya mereka upah minimum kabupaten/kota (UMK) bisa mencapai Rp 3,7 juta. Orasi-orasi diteriakkan, yel-yel dinyanyikan, bendera-bendera dikibarkan, dan lalu lintas di jalan raya lengang. Pergerakan kendaraan telah dialihkan agar tak mengganggu atau terganggu mereka yang berunjuk rasa.
Ribuan petugas polisi dikerahkan. Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya menurunkan lebih dari 7.000 personel untuk mengamankan demonstrasi yang juga akan disusul long march hingga ke Bundaran HI ini. Mulai dari pasukan dari Polda Metro Jaya, jajaran kepolisian resor, pasukan Brimob, TNI, hingga Satpol PP diterjunkan.
Kendati terlihat sebagai kesibukan luar biasa, perkara demonstrasi di seberang Istana Merdeka bukan barang langka. Jarang sekali sepekan terlewati tanpa ada unjuk rasa di lokasi tersebut.
Mulai dari kaum pekerja hingga mahasiswa. Aktivis pegiat penegakan hak asasi manusia (HAM) hingga minoritas yang menuntut hak beribadah. Warga Jakarta juga sudah terbiasa dan tak terlalu banyak mengeluh setiap ada unjuk rasa di pusat Ibu Kota. Meski demikian, ternyata tak begitu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Jangan kira aksi demonstrasi di depan Istana Presiden tidak didengarkan oleh orang nomor satu di Indonesia itu. Nyatanya, aksi demonstran yang sering kali membawa-bawa pengeras suara cukup mengganggu Presiden.
Keluhan itu terucap saat Presiden SBY menerima pimpinan DPR yang akan berkonsultasi sejumlah isu dengannya serta jajaran pemerintahan. Ia bertanya kepada para pimpinan DPR bagaimana menghindari demonstrasi yang sedang dilakukan di depan Istana Merdeka.
Ia mengungkapkan kekaguman dan rasa takjubnya dengan para demonstran yang sering kali membawa pengeras suara dengan kekuatan luar biasa. Sebab, suara mereka masih terdengar hingga radius dua hingga empat kilometer. Artinya, dari depan Istana Merdeka suara para demonstran bisa terdengar sampai kompleks istana kepresidenan yang letaknya di belakang Istana Merdeka.
“Kalau unjuk rasa dan loudspeaker-nya besar sekali itu memang kalau ada tamu negara, ada event yang penting, terganggu. Kita kadang-kadang luar biasa, sampai radius dua, tiga, empat kilo masih terdengar (suara demonstran),” kata Presiden, kemarin.
Menurutnya, suatu saat pengadaan pengeras suara perlu diatur dengan baik. Ia menegaskan, demokrasi bisa tetap hidup, protes bisa didengar, unjuk rasa pun bagus untuk saling kontrol, tetapi tetap harus dipastikan tidak mengganggu. “Meskipun alhamdulilah unjuk rasa sekarang tergolong peacefull, kita syukuri tergolong damai. Cuma urusan loudspeaker ini, ya,” kata SBY mengeluh. n esthi maharani/c91 ed: fitriyan zamzami
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.