Selasa 03 Dec 2013 05:45 WIB
Penggusuran Lahan

Warga Bertahan di Tanah Adam Malik

Warga menolak penggusuran
Foto: antara
Warga menolak penggusuran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak pembebasan lahan milik PT Pulomas Jaya di sekitar Waduk Ria Rio, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, yang dilakukan pada Sabtu (30/11), ratusan rumah di empat rukun tetangga sudah habis dibongkar. Sedikitnya, terdapat 285 KK warga Ria Rio yang menempati tenda pengungsian sambil menunggu perpindahan ke rumah susun Pinus Elok di Cakung.

Sebagian warga di pengungsian ada yang rumahnya bukan di tanah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, melainkan di lahan milik keluarga mantan wakil presiden Adam Malik yang masih menjadi sengketa dengan PT Pulomas Jaya. Mereka berniat mempertahankan propertinya di lahan yang belum terkena penggusuran itu. Salah satunya Fatma (24 tahun) yang mengaku tidak akan mengambil dana kerahiman serta kunci rusun yang ada di kecamatan. Bila telah mengambil kunci rusun, sama saja ia merelakan rumahnya yang memiliki 20 unit kamar kontrakan itu.

''Saya masih mau perjuangkan lahan milik Adam Malik ini. Kalau saya ambil rusun, sama saja saya merelakan rumah dan kontrakan saya yang sudah saya bangun dengan biaya puluhan juta. Itu konyol,'' ungka Fatwa yang ditemui di sekitar Waduk Ria Rio, Senin (2/12). Dia meyakini, lahan rumahnya masih bisa diperjuangkan karena status lahan masih keluarga milik Adam Malik. ''Yang digusur kan lahan milik pemda, yang tiga bulan telah digusur. Ini malah tiba-tiba saya juga disuruh pindah. Saya tidak terima.''

Waduk Ria Rio akan dikembalikan ke fungsi semula sebagai areal tangkapan air, ruang terbuka hijau, ruang publik, hingga area rekreasi gratis bagi masyarakat. Total, luas lahan Waduk Ria Rio sekitar 26 hektare, termasuk lahan di bantaran waduk yang kini ditempati warga seluas 7,1 hektare. Tanah yang dihuni warga itu sebanyak lima hektare diklaim milik PT Pulomas Jaya dan 2,1 hektare masih menjadi sengketa antara badan usaha milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu dan keluarga besar Adam Malik. Pulomas mengklaim tanah sengketa itu dulu diberikan Gubernur DKI Jakarta Tjokropranolo (1977-1982).

Fatma tak sendirian. Ada Harsoyo (53) yang juga akan tetap mempertahankan pendiriannya untuk berada di kawasan Ria Rio. Menurutnya, pindah ke rusun tidak setimpal dengan investasi bangunan yang telah dikeluarkan saat pembangunan awal rumahnya. ''Sementara, saya akan menetap di sini. Meskipun sudah ditawarkan kunci, saya tidak akan ambil,'' ujarnya.

Harsoyo mengaku telah tinggal di kawasan Waduk Ria Rio sejak 1990. Menurutnya, tinggal di rusun hanya kesenangan sesaat. Dia mengaku tidak gemar tinggal di rusun seperti itu meskipun enam bulan dijamin enak karena tak harus membayar sewa. ''Selanjutnya? Ya nggak mampu lagi bayar kontrakan,'' imbuhnya.

Alasan berbeda diungkapkan Surjaya (63). Dia mengaku tidak berminat pindah ke rusun karena usianya sudah tua dan pendapatan yang tidak tetap. Surjaya pun memilih akan tetap berada di kawasan pinggir waduk. Surjaya mengatakan, tinggal di lokasi Pedongkelan ini serbamudah. Bahkan, kata dia, sampah saja bisa menjadi uang. Jika pindah ke rusun di Cakung dia akan kesulitan mendapat mata pencaharian.

Di pengungsian tempat Surjaya tinggal terlihat masih banyak barang-barang yang bergelatakan sambil ditutupi terpal. Belum semua barang-barang Surjaya ada di situ. Surjaya mengaku hanya mengamankan barang yang terlihat saja karena dia ingin memindahkan barangnya ke kampung di Cirebon, tapi masih kesulitan mendapat kendaraan pengangkutnya. Ia masih berharap adanya keputusan pasti dari PT Pulomas dan keluarga Adam Malik terkait pembebasan lahan ini. 

 

Surjaya juga menceritakan awal terjadinya penggusuran pada Sabtu kemarin. Warga mengaku mendapatkan kabar mendadak dan diminta mengosongkan tempat tinggal mereka dalam waktu delapan jam. Menurutnya, warga diberi kabar akan adanya penggusuran pada Jumat (29/11) pukul 22.00 WIB. Sedangkan, eksekusi berlangsung esok harinya pukul 06.00 WIB. Mereka pun diancam dengan pemadaman listrik pada Sabtu dini hari pukul 03.00 WIB.

''Ini kan tidak manusiawi,'' ungkap Surjaya. Setelah rumanya rata dengan tanah karena susah mendapatkan kontrakan yang terjangkau, Surjaya memilih menempati tenda pengungsian.  n mg30 ed: rahmad budi harto

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement