Senin 10 Mar 2014 12:00 WIB

OJK: Sistem Syariah Dukung Kestabilan Ekonomi

Syariah (ilustrasi)
Foto: aamslametrusydiana.blogspot.com
Syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sistem ekonomi syariah mampu berkontribusi besar bagi kestabilan perekonomian Indonesia secara keseluruhan dengan konsepnya yang Islami. Sebab, sistem ini menerapkan sistem antiriba (bagi hasil) dan antijudi (anspekulasi).

"Konsep keuangan syariah di antaranya antiriba (bagi hasil) dan antijudi (antispekulasi) bisa berkontribusi bagi kestabilan perekonomian nasional," kata kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad saat memberi Kuliah Umum Mahasiswa Baru Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka), di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Dengan sistem bagi hasil, orang yang tak memiliki modal akan dimudahkan untuk berani membuka usaha. Sedangkan, konsep antispekulasi mendorong orang untuk berinvestasi hanya di sektor riil yang produktif.

Dia mengingatkan pengalaman krisis satu dekade lalu yang menunjukkan daya tahan bank syariah relatif tinggi pada saat tingkat suku bunga mencapai level sangat tinggi. Secara bersamaan, bunga bank-bank bersistem konvensional mengalami negative spread.

Maka itu, menurut dia, pertumbuhan bank bersistem syariah di masa depan akan semakin pesat. Saat ini saja, tercatat ada 35 bank yang telah menawarkan jasa perbankan syariah.

Penghimpunan deposito perbankan syariah secara nasional kini mencapai Rp 68 triliun, tabungan (Rp 37 triliun) dan giro (Rp 12 triliun). "Hal itu membuktikan minat besar masyarakat Muslim terhadap perbankan syariah," kata Muliaman.

Sebelumnya, Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK, Edy Setiadi menyampaikan, target pencapaian aset perbankan syariah mencapai Rp 242 triliun. Padahal, target pesimistis pencapaian aset syariah hanya sebesar Rp 257 triliun. "Hal ini bermakna target aset perbankan syariah tak tercapai," katanya.

Menurutnya, ada beberapa hal yang menyebabkan target tak tercapai. Hal pertama karena pertumbuhan ekonomi yang melambat. Selain itu, perlombaan antarbank untuk bersaing memperebutkan likuiditas meningkat. Termasuk karena kategorisasi BUKU I, II, III, dan IV.

Kategorisasi tersebut, jelas Edy, mempercepat akselerasi perbankan untuk meningkatkan permodalan. Sayangnya, perbankan syariah tak secepat akselerasi konvensional.

Di sisi lain, perbankan syariah dinilai tampak melambatkan pertumbuhan. Hal ini, Edy memaparkan karena faktor kehati-hatian dari meningkatnya pembiayaan tak lancar (non performing financing/NPF). “Karena, begitu perbankan syariah meningkatkan pembiayaan, bukan tak mungkin NPF juga melambung,” ujarnya.

Tak heran beberapa bank umum syariah yang cukup besar melambatkan pertumbuhan. “Ada beberapa yang asetnya tumbuh di bawah 20 persen,” kata Edy. Data OJK, rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga (financing to deposit ratio/FDR) meningkat pada akhir 2013. Sedangkan, angka rasio kecukupan modal (CAR) menurun. “Pertumbuhan FDR yang meningkat ini bisa menganggu perbankan syariah. Apalagi, CAR tak begitu besar,” ujar Edy.

Kerja sama

Pada kesempatan itu juga ditandatangani kerja sama antara OJK dan Uhamka yang diwakili Rektor Prof Dr Suyatno MPd. Suyatno mengatakan selain dengan OJK, pihaknya juga telah bekerja sama dengan delapan perbankan syariah. "Di antaranya, kami membuat terobosan baru untuk meringankan beban mahasiswa di mana uang kuliah bisa dicicil," katanya.

Ia mengatakan, Uhamka meman g ingin berperan meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) di perguruan tinggi yang secara nasional sangat kecil porsinya, yakni hanya 28 persen.

Suyatno mengaku bangga saat ini Uhamka berada di peringkat 77 dari sekitar 3.500 perguruan tinggi di Indonesia (95 di antaranya perguruan tinggi negeri).

"Sedangkan, di antara perguruan tinggi Muhammadiyah yang jumlahnya mencapai 159 buah, Uhamka ada di peringkat kelima setelah Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Universitas Amad Dahlan Yogyakarta," katanya. n ichsan emrald/antara ed: zaky al hamzah.

Informasi dan berita selengkapnya bisa dibaca di Republika, terimakasih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement