BANDAR LAMPUNG -- Mendekati Lebaran, anak jalanan (anjal), gelandangan, dan pengemis (gepeng) dadakan merebak berkeliaran di jalan dan permukiman penduduk Kota Bandar Lampung. Daerah lain juga mengalami fenomena serupa.
Keberadaan anjal dan gepeng dadakan tersebut tampak di tepian arus lalu lintas dan kompleks perumahan warga. Sejak Ramadhan dimulai, di Bandar Lampung kian mudah menemukan warga dengan baju lusuh, kantong berisi uang atau beras, dan selebaran donasi warga.
Foto:Yasin Habibi/Republika
Razia Gepeng
Menurut Suradi, warga Wayhalim, Bandar Lampung, anjal dan gepeng tersebut kerap datang bergerombol mendatangi rumah warga secara bergiliran minta zakat dan sedekah. "Dari penampilannya saja mereka sepertinya menjadikan profesi pengemis. Padahal, mungkin bukan orang yang tidak mampu," katanya, Kamis (17/6).
Ketua DPRD Bandar Lampung Budiman AS mengatakan, DPRD mengeluarkan Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pembinaan Anjal dan Gepeng. Salah satu yang diatur dalam regulasi itu adalah larangan memberikan uang atau sedekah kepada pengemis. "Tinggal dinas sosial yang menyosialisasikannya agar perdanya berjalan," kata Budiman.
Menurut dia, bila perda ini diterapkan maka anjal dan gepeng dadakan yang menjamur setiap bulan Ramadhan berkurang karena ada sanksi dalam perda tersebut. Ia meminta dinas sosial menyosialisasikan perda tersebut untuk mengurangi jumlah anjal dan gepeng di Kota Bandar Lampung.
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, juga mewaspadai datangnya para pengemis dalam jumlah besar dari luar daerah ke Sampit menjelang Lebaran. "Biasanya H-7 Lebaran banyak gelandangan dan pengemis yang datang untuk meminta sedekah ke Sampit," kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kotim, Rihel, di Sampit, kemarin.
Menurut Rihel, dari pengakuan salah satu pengemis yang terjaring penertiban oleh Satpol PP Kotim, pengemis tersebut mendapatkan uang lebih dari Rp 250 ribu hanya dalam satu jam. Satpol PP berulang kali menertibkan dan memulangkan para pengemis tersebut namun mereka kembali beroperasi di Sampit. Dalam dua bulan ini ada tiga orang gelandangan dan pengemis yang dipulangkan ke daerah lain.
Petugas Dinas Sosial Pemerintah Kota Pekanbaru, Riau, menyatakan kewalahan mengatasi merebaknya gelandangan dan pengemis. "Padahal, perda tentang ketertiban sosial sudah ada tapi mengenai denda itu belum maksimal berjalan," kata Kepala Dinas Sosial Pemkot Pekanbaru Mutia Eliza.
Sejak memasuki pekan kedua Ramadhan jumlah pengemis di Pekanbaru bertambah di perempatan Jalan Soekarno-Hatta, HR Soebrantas, Jalan Riau, Kaharudin Nasution, Yos Sudarso, dan SM Amin. Para pengemis tersebut ada yang membawa anak kecil dan berpura-pura cacat sembari menengadahkan tangan ke pengemudi yang melintas.
Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri mengatakan, penanganan gelandangan dan pengemis dilakukan tanpa memakai kekerasan dan melanggar HAM. "Gepeng merupakan pekerjaan rumah pemerintah dan semua pihak terkait untuk melakukan pengentasan dan pemberdayaan gepeng," kata Mensos.
Menurutnya, pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan gepeng tidak dimaksudkan sebagai upaya sesaat. Ia meminta dinas sosial memperluas jangkauan dan pemerataan pelayanan dan rehabilitasi sosial sehingga dapat menjangkau kelompok sasaran di berbagai wilayah. rep:mursalin yaslan/ antara ed: fitriyan zamzami