Selama 10 tahun terakhir, Indonesia tampaknya belum lepas dari peringkat positif sebagai negara yang bebas dari korupsi. Pada 2013 lalu, organisasi dunia, transparency.org merilis ada 10 negara terkorup di dunia. Dan dari 10 daftar negara itu, Indonesia berada di peringkat ke-5, di bawah Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, dan Kamerun. Sedangkan di wilayah Asia Pasifik, Indonesia menjadi negara paling korup dengan menempati posisi pertama.
Posisi Indonesia yang dinilai sebagai negara terkorup di dunia ini, tentu bukan prestasi yang membanggakan. Data itu justru menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya penganut Muslim, data itu justru memalukan.
Data terbaru yang dirilis Transparency International (TI) pada 2014, posisi Indonesia sebagai negara terkorup masih belum membaik. Kondisinya bisa dibilang datar-datar saja. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) berdasar 13 indeks data korupsi, menempatkan Indonesia pada posisi ke-64 negara terkorup di dunia.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa korupsi menjadi ancaman serius negeri ini. Bertahun-tahun menempati posisi terpuruk, tentu menjadi tantangan berat bagi pemerintahan baru untuk keluar dari julukan terkorup itu.
Kondisi ini jauh berbeda dengan peringkat dua negara tetangga. Singapura menduduki peringkat ke-173. Singapura berada di posisi lima negara paling bersih versi TI. Sedangkan Malaysia menduduki peringkat 125 negara korup. Malaysia berada di posisi 52 di jejeran negara paling bersih. Meski begitu, peringkat itu lebih baik dibandingkan 2012 saat Indonesia menduduki peringkat 60 besar negara paling korup.
Selama ini, tindak pidana korupsi seolah mendarah daging di lembaga-lembaga pemerintahan (eksekutif), parlemen (legislatif), dan penegak hukum (yudikatif). Tapi, belakangan ini, perbuatan itu sudah menjalar hingga ke tingkat swasta.
Dari tiga lembaga itu (yudikatif, eksekutif, dan legislatif), berdasarkan data Corruption Bureaucracy Index (CBI) sepanjang 2009 hingga 2012 untuk wilayah Asia Tenggara, lembaga yang paling korup di Indonesia adalah parlemen (legislatif).
Disebutkan, di Thailand, korupsi banyak dilakukan oleh pengurus partai politik serta polisi. Di Kamboja, pelaku korupsi tertinggi adalah lembaga pengadilan. Di Malaysia dan Filipina, pelaku korupsi didominasi oleh polisi.
Bahkan ditegaskan, korupsi yang dilakukan anggota parlemen di Indonesia ini terbilang sangat massif. Dalam 10 tahun terakhir, tercatat sebanyak 65 anggota parlemen tersangkut kasus korupsi. Dan semuanya dituntut dengan hukuman rata-rata di atas 10 tahun penjara.
Fakta telah membuktikan, banyak anggota parlemen (DPR, DPRD provinsi, hingga kabupaten/kota) yang terlibat dalam praktik-praktik korupsi. Dan mereka (sebagian) telah divonis bersalah, sedangkan sebagian lagi sedang menghadapi tuntutan yang cukup berat pula.
Harus diakui, salah satu yang menjadi pemicu bagi anggota parlemen untuk melakukan praktik korupsi dikarenakan besarnya biaya pemilu. Hampir semua partai politik 'mewajibkan' para calon anggota parlemen untuk mengeluarkan biaya sebagai bagian dari kampanyenya untuk menjadi anggota parlemen.
Bahkan, ada yang harus mengeluarkan dana hingga miliaran rupiah untuk lolos ke parlemen. Akibatnya, saat mereka menjadi anggota parlemen maka berbagai upaya dilakukan untuk mengambil kembali dana yang telah dikeluarkan. Caranya, di antaranya dengan gratifikasi, mark-up anggaran, dan praktik-praktik korupsi lainnya.
Dengan data-data di atas, maka tantangan yang harus dilakukan pemerintahan mendatang adalah memberantas korupsi, menegakkan hukum seadil-adilnya tanpa pandang bulu, dan menghukum pelaku korupsi seberat-beratnya.