Pemerintah tidak hanya dihadapkan dengan masalah kian meningkatnya angka kemiskinan, tetapi juga masalah ketimpangan pendapatan antara si kaya dan si miskin di Indonesia yang semakin melebar. Berdasarkan laporan Bank Dunia, rasio Gini yang menjadi indikator ketimpangan sudah menyentuh level 0,42 pada tahun lalu.
"Angka ini yang tertinggi dalam sejarah Indonesia," kata Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves, di Jakarta, belum lama ini.
Rodrigo menjelaskan, rasio Gini Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2000, rasio Gini berada di level 0,30, kemudian meningkat menjadi 0,41 pada 2014. Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir hanya menguntungkan 20 persen orang terkaya di Indonesia. Sedangkan, 80 persen dari hampir 205 juta orang Indonesia masih berada di lingkaran kemiskinan.
Sebagai perbandingan, tingkat konsumsi 10 persen warga terkaya di Indonesia sama besarnya dengan total konsumsi 42 persen warga termiskin.
Dia mengatakan, tingkat ketimpangan pendapatan di Indonesia meningkat lebih cepat ketimbang negara-negara Asia Timur. "Indonesia harus bisa mengatasi ketimpangan ini karena (ini) menimbulkan bahaya signifikan," ujarnya.
Sebenarnya, kata Rodrigo, ketimpangan pendapatan di Indonesia sempat menurun saat terjadi krisis keuangan Asia pada 1997-1998. Saat itu, ketimpangan menurun karena banyak orang-orang kaya yang pendapatannya menurun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyadari betul semakin memburuknya kondisi ketimpangan dan juga kemiskinan di Indonesia. "Angka kemiskinan maupun ketimpangan memang tidak bagus. Dua-duanya naik," kata Darmin, Kamis (7/1).
Darmin menegaskan, pemerintah tidak tinggal diam. Dirinya bersama Kementerian Agraria, Otoritas Jasa Keuangan, Kemenkominfo, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perindustrian sedang membuat satu desain besar untuk mendorong inklusi finansial. Nantinya, kata dia, hal ini juga akan dikaitkan dengan program sertifikasi tanah rakyat secara besar-besaran.
Sertifikasi tanah rakyat diharapkan dapat membuat masyarakat mendapat akses pendanaan untuk membiayai usaha. "Ada 40-60 persen tanah rakyat kita yang belum disertifikasi karena, terus terang, biayanya mahal," ucapnya.
Pemerintah, tambah dia, juga memiliki kredit usaha rakyat (KUR) yang akan mencapai Rp 100 triliun lebih pada tahun ini dengan bunga yang turun drastis menjadi sembilan persen. Selain itu juga dana desa yang jumlahnya naik dua kali lipat menjadi Rp 40 triliun lebih.
Menurut Darmin, dana desa akan bisa mengurangi tingkat kemiskinan. Pasalnya, jumlah penduduk miskin saat ini paling banyak berada di perdesaan.
Pemerintah pun akan terus mendorong meluasnya program layanan bank tanpa kantor atau yang biasa disebut Laku Pandai. Tujuannya supaya setiap bank tidak harus membangun kantor sampai ke desa-desa, tapi bisa dengan memanfaatkan warung. Toko yang menjual voucer bisa dijadikan sebagai agen bank selama memenuhi standar dan perjanjian tertentu.
"Semua ini adalah sebagian blok besar untuk mendorong transformasi struktural sekaligus juga akan memperbaiki tingkat kemiskinan dan ketimpangan," kata Darmin. ed: ichsan emrald alamsyah