Senin 19 Sep 2016 17:00 WIB

Menumbuhkan Ekonomi Lewat Fintech

Red:

Bagi Indonesia, inklusi ke uangan merupakan hal yang sangat penting untuk mendo rong pertumbuhan ekonomi. Hal itu disebabkan oleh masih banyaknya masyarakat yang tidak memiliki akses keuangan formal ke lembaga keuangan atau unbankable.

Berdasarkan survei Bank Dunia pada 2014, sebanyak 36 persen penduduk dewasa belum memiliki rekening di bank. Hal ini disebabkan oleh infrastruktur yang masih belum mendukung akses keuangan untuk menyebar luas di negara dengan geografis seperti Indonesia.

Untuk itu, layanan keuangan berbasis teknologi (financial technology/fintech) menjadi solusi yang tepat untuk membangun inklusi keuangan. Penggunaan fintech dalam akses keuangan sudah menjadi hal yang patut diperhitungkan.

Dengan bantuan teknologi, masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dapat meng akses layanan perbankan melalui fintech. Contohnya, program yang diluncurkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu Laku Pandai atau Layanan Keuangan tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif.

Dengan program ini, perbankan dapat menjangkau nasabah di daerah terpencil melalui agen yang menghimpun tabungan basic saving account (BSA) yang dilakukan pada rekening telepon seluler.

Program ini dinilai efisien karena hanya memerlukan agen untuk mencari nasabah sehingga bank tidak perlu membuka kantor cabang untuk menyediakan layanan bertran saksi keuangan atau branchless banking.

Tercatat saat ini ada sebanyak 13 bank pe serta Laku Pandai dengan sebanyak 104.700 agen, jumlah nasabah penabung sebesar 1.626.068, dan jumlah tabungan Rp 63,7 miliar. Jumlah nasabah dan agen ter besar didominasi oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Bank berpelat merah ini mempunyai 66.061 agen BRILink dan Bank Tabungan Pensiunan Negara (BTPN) sebanyak 35 ribu agen BTPN Wow!. Berbagai program fintech pun dikembangkan oleh perbankan untuk semakin memperluas jangkauan nasabah.

Bank CIMB Niaga akan membentuk ber ba gai start-up fintech baru lewat kemitraan dengan akselerator fintech. Direktur Utama CIMB Niaga Tigor Siahaan mengatakan, ini di tempuh karena banyak start-up fintech potensial memiliki keterbatasan untuk tumbuh.

"Kami berkolaborasi dengan sebanyakbanyaknya pihak. Akselerator ini membantu kami menyeleksi kira-kira start-up mana yang potensial untuk dibina. Nanti kita bantu membuat rencana bisnisnya dan ide-ide pendanaannya,'' ujar Tigor di Tangerang, Banten, Selasa (30/8).

Menurut Tigor, fintech kelak menjadi perpanjangan tangan perseroan untuk menjangkau pasar yang unbankable, seperti sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Apalagi, sektor ini sangat potensial untuk dikembangkan.

Bahkan, kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 60,3 persen. "Kan sebanyak 60 persen GDP kita dari UMKM dan pekerjanya 99 persen. Jadi, yang belum terjangkau bank bisa dibantu melalui fintech.''

Bank Central Asia (BCA) menilai, modal ventura sebagai strategi yang tepat untuk mencetak perusahaan rintisan fintech. Wakil Presiden Direktur BCA Armand Hartono mengungkapkan, nantinya anak usaha tersebut akan menjadi induk yang men dampingi rintisan fintech.

"Masih kami jajaki. Kami buka banyak opsi untuk mengembangkan fintech. Kami akan mendirikan modal ventura, mem bangun baru. Sedang diajukan izinnya ke OJK, mudah-mudahan tahun ini keluar (izinnya)," ujar Armand.

Armand mengatakan, perbankan me mang seharusnya menggunakan teknologi untuk membuat nasabah lebih nyaman. Sehingga, perseroan akan terus mening katkan teknologi dalam kenyamanan layanan perbankan.

Saat ini, BCA telah memiliki program Laku Pandai bernama Laku. Kendati begitu, perseroan pun membuka kerja sama dengan berbagai pihak mengenai penggunaan fintech untuk menjangkau nasabah. Apalagi, bank memiliki keterbatasan akses ke daerah. "Kalau ada perusahaan fintech yang ba gus dan cocok, kerja sama boleh karena kami di bank punya keterbatasan. Tidak di semua daerah ada kantor cabang," tutur Armand.

Selain dari perbankan, industri fintech pun terus tumbuh dan berkembang melalui berbagai platform daring penyedia layanan pinjam-meminjam uang untuk pelaku UMKM, seperti Modalku dan KoinWorks. Modalku mempertemukan pendana dan peminjam secara daring dengan konsep peerto- peer (P2P) lending dan urun dana (crowdfunding).

CEO dan Co-Founder Modalku Reynold Wijaya mengatakan, layanan seperti ini sangat dibutuhkan karena potensi Indo nesia masih sangat besar dalam mengem bangkan sektor UMKM. Sementara, seluruh bank yang ada sampai saat ini masih belum dapat menjangkau seluruh masyarakat un bankable. "Indonesia tuh sangat besar, per bankan selama ini sudah berusaha men jangkau, tetapi tetap tidak bisa menjangkau semuanya,'' ujar Reynold.

Kalau bisa merangkul semuanya, menu rut dia, eksposurnya terlalu berlebih. Maka itu, perlu kerja sama antara fintech dengan bank. Jadi, tak dapat dimungkiri jika industri fintech pun harus terus dikembangkan dalam rangka membantu literasi keuangan. Seperti Modalku, KoinWorks juga meru pa kan penyedia jasa pemberian pinjaman, tetapi dalam aspek lebih luas, bukan hanya modal kerja.

Co-founder KoinWorks Benedicto Haryono mengatakan, berdasarkan survei Bank Indonesia, kebanyakan modal usaha atau pinjaman UMKM berasal dari modal pribadi atau kerabat karena kendala mengakses bank.

Hal tersebut, ia nilai, menjadi persoalan bagi para pelaku UMKM muda yang memiliki ide kreatif untuk berkembang. Karena itu, ia membentuk KoinWorks sebagai solusi pendanaan alternatif untuk mendapatkan modal usaha dengan biaya yang lebih rendah.

Prosesnya pun, jelas dia, lebih sederhana dengan mempertemukan pendana dan peminjam secara daring. "Semangat gotong royong terefleksi dalam konsep P2P lending dan crowdfunding KoinWorks,'' katanya. Dalam konteks ini, KoinWorks berperan sebagai penyedia layanan, pendana, pemin jam saling membantu. Pendana tidak perlu khawatir karena semua peminjam di Koin Works dianalisis menggunakan algoritma dan pengukuran tingkat risiko sebelum mendapat pinjaman.

Selain mendorong perekonomian melalui pemberian pinjaman ke sektor UMKM, fintech ini juga mendorong pengembangan sektor pendidikan dan kesehatan di Indonesia melalui KoinPintar dan KoinSehat. Pinjaman melalui KoinPintar dapat digunakan oleh individu untuk meneruskan pendidikan lebih lanjut ke lembaga atau institusi pendidikan rekanan KoinWorks. KoinPintar juga dapat digunakan institusi/ lembaga pendidikan tertentu untuk mengem bangkan infrastruktur penunjang pendidik an, seperti renovasi bangunan atau mem bangun fasilitas baru.

KoinWorks melalui KoinPintar telah menjalin kerja sama dengan Hacktiv8 yang juga mendukung program 1.000 start-ups digital melalui bantuan pinjaman fasilitas pendanaan siswa. CEO Hactktiv-8 Ronald Ishak mengatakan, KoinWorks membuka peluang untuk mereka yang ingin menjadi web developer melalui pinjaman dana siswa di Hacktiv-8.

"Ini merupakan terobosan dalam industri fintech dan pengembangan pendidikan di Indonesia," ujar Ronald Ishak. Sejalan dengan KoinPintar, KoinSehat menyediakan pembiayaan kesehatan dan mempertemukan pasien dengan institusi kesehatan. Metode peminjaman lebih cepat dan bunga yang lebih rendah dibandingkan lembaga keuangan lainnya. Saat ini, KoinWorks bekerja sama dengan Klinik Mata Nusantara (KMN) untuk opsi pendanaan operasi mata yang murah dan mudah.

Meski belum diatur dan diawasi secara resmi oleh OJK, perusahaan fintech pun telah mengupayakan mitigasi risiko untuk men cegah penipuan dan kerugian. KoinWorks memilih bekerja sama dengan asuransi Allianz untuk meminimalisasi risiko jika suatu saat terjadi gagal bayar.

Sedangkan, Modalku memberikan pin jaman berdasarkan kesepakatan peminjam dan pemberi pinjaman serta personal gua rantee untuk pemberi pinjaman agar dapat menempuh jalur hukum apabila terjadi hal yang tidak diinginkan.      Oleh Idealisa Masyrafina, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement