Senin 28 Nov 2016 15:00 WIB

Menengok Industri Rotan Cirebon

Red:

 

Yasin Habibi/Republika             

 

 

 

 

 

 

 

 

Sebagai negara yang terletak di garis khatulistiwa, Indonesia memiliki hutan tropis yang sangat subur. Salah satu yang banyak tumbuh di hutan tropis Indonesia adalah rotan. Bahkan, hampir 90 persen rotan dunia tumbuh di Indonesia.

Tak ayal, rotan menjadi sumber kehidupan banyak masyarakat Indonesia, seperti di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Selain terkenal dengan udang dan batik Trusminya, wilayah timur Jawa Barat ini merupakan pusat industri rotan Indonesia.

Berada di Desa Tegalwangi, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, terdapat Kampung Wisata Rotan Galmantro. Di kampung ini, hampir setiap warga bekerja sebagai perajin rotan.

Ketua Forum Kolaborasi Rotan Galmantro sekaligus penggagas Kampung Wisata Galmantro, Sumartja mengatakan, dari 10 ribu penduduk yang tinggal di Tegalwang, sebanyak 90 persennya bekerja di industri rotan.

Kebanyakan dari mereka merupakan perajin kecil yang tergabung dalam subsektor. Mereka mengolah bahan baku menjadi produk setengah jadi untuk dikirim ke perusahaan besar. Di perusahaan itu, produk dikumpulkan untuk kemudian dilakukan prosesfinishing.

Produksi para perajin sesuai permintaan perusahaan sebab perusahaanlah yang bertugas menjual dan mencari pembeli. "Ketika ada pesanan, eksportir atau perusahaan minta ke perajin untuk produksi," kata dia kepada Republika saat berkunjung ke Cirebon, Senin (14/11).

Semua proses produksi di sentra ini merupakan buatan tangan atau handmade. Mulai dari pengolahan bahan baku, pemotongan bahan, pembentukan pola, penyatuan pola/rangka, perakitan rangka, hingga dekorasi.  

Salah satu perusahaan besar di Cirebon yang juga menjadi tempat penyelesaian hasil produksi para perajin adalah PT Danindo Jensen, mampu mengirim 7 hingga 10 kontainer per bulan senilai 15 ribu dolar AS (Rp 201 miliar) hingga 28 ribu dolar AS (Rp 375,2 miliar).

Produk tersebut dihasilkan 100 perajin di pabriknya dan 20 perajin lain yang merupakan subsektor. Manajer sekaligus istri pemilik perusahaan tersebut, Viverina Lubis mengungkapkan, tidak mudah menjaga industri rotan untuk tetap bertahan.

Dia menceritakan, sekitar tahun 2005, industri rotan Cirebon sempat mengalami kelesuan dengan ketatnya persaingan pasar dengan Cina dan Vietnam. Kelesuan kala itu juga diakibatkan kelangkaan bahan baku rotan karena banyak bahan mentah yang diekspor.

Namun, pemerintah mengambil sikap melalui penetapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 35 tahun 2011 yang intinya melarang ekspor bahan baku rotan.

Saat itu, menurut dia, Cina muncul dengan produk poli rotan (rotan dari plastik) dengan harga yang lebih murah. Beberapa produsen usaha rotan di Cirebon akhirnya mengalami penurunan produksi. Bahkan, sekitar 70 persen produsen mengalami kebangkrutan.

Namun, saat ini pasar mulai jenuh terhadap poli rotan karena kualitasnya yang buruk.  "Orang mulai bosan dan kembali ke natural rotan," kata ibu dari aktris Olivia Jensen tersebut.

Sementara itu, pabrik besar lainnya, yakni PT Balagi Rattan bahkan, bisa mengirim 15 hingga 20  kontainer per bulan. Hal ini menunjukkan kembali menggeliatnya industri rotan di Cirebon.

Kondisi itu  juga membuat program kerja sama dengan Uni Eropa Promoting Sustainable Consumption and Production Eco Friendly Rattan Products (Prospect) berjalan mulus. Program yang dibuat 2013 lalu itu menggaungkan penggunaan rotan ramah lingkungan Indonesia.

Rotan merupakan jenis tumbuhan dari keluarga Palm dan memiliki sekitar 600 jenis spesies yang ada di setiap hutan tropis dunia, seperti Afrika, Asia, dan Australia. Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, dan Papua menjadi daerah penghasil rotan di Indonesia.

Ketua Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) Suratman mengatakan, dengan menggeliatnya industri rotan di Indonesia  akan menyadarkan kebutuhan bahan baku rotan berkualitas. Sebab, rotan hanya tumbuh di hutan tropis.

Itu artinya, akan lebih banyak hutan tropis yang dijaga di Indonesia demi mendapatkan rotan yang baik. "Jadi, akan lebih banyak hutan tropis di Indonesia," ujar dia.

Penggunaan rotan sebagai bahan baku furnitur dianggap jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan menggunakan kayu. Ini lantaran rotan termasuk tumbuhan merambat yang membutuhkan pohon-pohon sebagai pijakan.

Untuk mengambil rotan, petani hanya akan menebang rotan dan menjaga pohon-pohon pijakannya tetap tumbuh. Sedangkan, untuk rotan jenis berumpun akan tumbuh kembali setelah ditebang layaknya rumput.

Rotan jenis tunggal akan mati setelah ditebang tapi bisa tumbuh melalui biji rotan. Sementara, kayu perlu waktu lama untuk kembali mendapatkan pohon yang besar.

Legenda

Cirebon menjelma menjadi salah satu pusat industri rotan, padahal tidak ada tumbuhan rotan di wilayah ini. Sumartja menjelaskan sebuah legenda yang lekat dengan industri rotan di kawasan tersebut. Dahulu, tahun 1500-an, menurut dia, seorang wanita di desa tersebut bernama Nyimas Sumantra memiliki kecantikan luar biasa.

Hal itu membuat nama Nyimas dan wilayah tersebut tersohor. "Banyak lelaki yang datang meminang termasuk Pangeran Kejaksan," kata dia berkisah. Saat melamar Nyimas Sumantra, Pangeran Kejaksan membawa sekian banyak rotan.

Nyimas pun menghitung jumlah rotan yang dibawa Pangeran Kejaksan. "Saya lupa jumlahnya, tapi rotan itu kurang satu," kata dia. Pangeran pun menyusuri kembali jalan yang dilalui dan menemukan satu rotan yang terjatuh.

Sayangnya, rotan tersebut telah berakar dan tidak bisa dibawa ke hadapan Nyimas Sumantra. Lamaran Pangeran Kejaksan pun sama seperti lelaki lainnya, ditolak. Kendati demikian, Pengeran Kejaksan tidak membawa kembali rotannya dan meninggalkan rotan.

"Untuk kehidupan anak cucu panjenengan," ujar Sumartja menirukan ucapan Pangeran Kejaksan. Sejak itu, penduduk Cirebon mulai bergerak menjadi perajin industri rotan dan kemampuan tersebut terkenal turun temurun.     Oleh Melisa Riska Putri, ed: Satria Kartika Yudha

Ekspor Furnitur Negara ASEAN 2015

Negara             Nilai

Vietnam         6,9 juta dolar AS

Malaysia         2,4 juta dolar AS

Indonesia         1,9 juta dolar AS

Filipina         1,7 juta dolar AS

Singapura         1,6 juta dolar AS

Eksportir furnitur dunia di urutan pertama adalah Cina, sementara Indonesia berada di urutan ke-17.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَكُوْنُ فِيْ شَأْنٍ وَّمَا تَتْلُوْا مِنْهُ مِنْ قُرْاٰنٍ وَّلَا تَعْمَلُوْنَ مِنْ عَمَلٍ اِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُوْدًا اِذْ تُفِيْضُوْنَ فِيْهِۗ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَّبِّكَ مِنْ مِّثْقَالِ ذَرَّةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِى السَّمَاۤءِ وَلَآ اَصْغَرَ مِنْ ذٰلِكَ وَلَآ اَكْبَرَ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
Dan tidakkah engkau (Muhammad) berada dalam suatu urusan, dan tidak membaca suatu ayat Al-Qur'an serta tidak pula kamu melakukan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu ketika kamu melakukannya. Tidak lengah sedikit pun dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah, baik di bumi ataupun di langit. Tidak ada sesuatu yang lebih kecil dan yang lebih besar daripada itu, melainkan semua tercatat dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).

(QS. Yunus ayat 61)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement