Rabu 18 Jun 2014 14:00 WIB
kabar dari brasil

Kampung Jepang di Jantung Kota Sao Paolo

Red:

Taman di sisi Jalan Galvao Bueno di kawasan Liberdade Sao Paolo. Brasil, Sabtu (14/6), tampak ramai dengan puluhan tenda kaki lima warna putih merah yang menjual pernak-pernik khas Jepang. Makanan tradisional khas Jepang, manga (komik Jepang), mainan pokemon, dan berbagai barang kerajinan tangan khas Negeri Sakura dengan mudah ditemukan di tenda kaki lima itu.

Rata-rata penjual di bazar tersebut adalah warga keturunan Jepang di Sao Paolo. Jika penjualnya adalah warga keturunan Jepang, rata-rata pembelinya adalah ribuan paulistanos (warga Sao Paolo) setempat dan turis-turis asing yang sebagiannya adalah suporter di Piala Dunia 2014.

"Tidak setiap hari bazar khas tradisi Jepang ada di sini. Kami hanya membuka bazar pada akhir pekan, Sabtu dan Ahad," kata salah seorang penjual aksesori gelang dan kalung khas Jepang, Kenji Yoshimura (50 tahun).

Kenji adalah generasi kedua keturunan Jepang di Sao Paolo. Kehadiran bangsa Jepang di Brasil sudah ada sejak 1912. Kala itu, imigran Jepang sebagian besar bertempat tinggal di Jalan Count Sarzedas. Jalan itu memiliki lereng curam yang dekat dengan rawa-rawa. Mereka juga menyewa apartemen kecil yang diisi satu atau beberapa keluarga. Kadang, ada yang tinggal bersama di kamar kecil.

Dari hari ke hari, jumlah imigran Jepang di Sao Paolo semakin besar, begitu pula kegiatan komersialnya. Losmen, restoran, toko-toko, dan pasar miliki imigran Jepang bermunculan. Kegiatan komersial yang baru ini menjadi lahan kerja yang membawa lebih banyak imigran Jepang ke Sao Paolo.

Tujuan awal kedatangan imigran Jepang ke Brasil adalah untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya dan segera pulang ke kampung halaman. Tapi, bagi sebagian besar mencapai tujuan itu tidaklah mudah. "Ketika mereka tiba di sini, perkebunan kopi belum amat produktif," kata Lidia Yamashita dari Museum Imigrasi Jepang di Sao Paulo. "Dan, karena Perang Dunia II mereka tidak mempertimbangkan untuk kembali ke Jepang. Ekspektasi mereka berubah. Mereka harus tinggal di Brasil dan berpikir bahwa Brasil merupakan tanah tempat mereka hidup."

Kini, tak sulit untuk menemui orang Jepang atau minimal orang bertampang Jepang di Sao Paolo. Di tempat-tempat keramaian, seperti di pusat perbelanjaan dan terminal subway dengan mudah dijumpai orang Jepang, baik tua maupun muda yang lalu lalang.

Setelah lebih dari 100 tahun imigran Jepang mendarat di Brasil kini diperkirakan ada sekitar 1,5 juta keturunan Jepang di Brasil. Ini merupakan jumlah warga Jepang terbesar di dunia di luar Jepang.

Orang Jepang semakin terlihat banyak di jantung Kota Sao Paolo di Liberdade. Di kawasan ini, dengan mudah ditemui restoran, toko-toko, dan tempat penukaran uang yang dimiliki orang Jepang. Tak heran, kawasan Liberdade juga disebut Japantown di Sao Paolo.

Pintu masuk ke kawasan Liberdade ditandai dengan gerbang merah yang melengkung setinggi sembilan meter atau mirip lengkungan Jepang yang menandai pintu masuk ke kuil Shinto di Jepang. Liberdade dengan mudah dijangkau dari sudut manapun di Sao Paolo karena terhubung ke jaringan kereta bawah tanah (subway) metropolitan.

Liberdade juga menjadi tempat pertemuan bagi banyak kalangan, terutama di kalangan anak anak muda Brasil yang tertarik pada budaya Jepang. Debra (15) siswi SMP dari Diadema Sao Paolo mengaku, suatu saat nanti kali kalau sudah dewasa ingin pergi ke Jepang atau bahkan menjadi warga Jepang. "Budaya Jepang sangat memikat hati saya, orang-orang Jepang juga ramah," ucapnya.

Debra lantas membandingkan kehidupan warga Jepang dengan warga Sao Paolo. Di Sao Paolo, penggemar pokemon ini mengaku selalu merasa tak aman. Tahun lalu, toko kelontong milik orang tuanya sampai dirampok sebanyak tujuh kali sepanjang tahun. Sampai hari ini, ia pun masih trauma setiap mendengar letusan senjata api. "Di Brasil, hukum sepertinya melindungi para penjahat," kata Debra yang mengaku ingin menikah dengan pria Jepang.

Keinginan Debra bukanlah hal baru. Hingga kini, warga Brasil keturunan Jepang sudah berintegrasi secara menyeluruh dengan masyarakat Brasil dan seabad kemudian sekitar 40 persen dari mereka sudah merupakan campuran Brasil-Jepang. Tapi, Bagaimanapun seorang sejarawan, Arlinda Rocha Nogueira, mengatakan, evolusi masih belum sepenuhnya selesai. "Mereka baru bergerak ke arah integrasi pada generasi ketiga dan keempat, tapi bukan generasi pertama atau kedua. Ada sejumlah komunitas Jepang yang tertutup."

Jika demikian dekatnya hubungan antara Jepang dan Brasil, lantas adakah motif penunjukan wasit Yuichi Nishimura untuk memimpin laga perdana Brasil melawan Kroasia beberapa hari lalu di Piala Dunia 2014? Wasit asal Jepang tersebut dianggap memberikan keputusan kontroversial yang menghukum Kroasia dengan memberikan satu hadiah tendangan penalti untuk tim nasional Brasil. Entahlah.

oleh:Endro Yuwanto (sao paolo)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement