Rabu 31 Aug 2016 18:00 WIB

Para Profesor Terjun ke Papua

Red:

Tanah Papua menjadi perhatian khusus bagi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Begitu banyak hal yang perlu dikejar di daerah tersebut untuk bisa berdiri sejajar dengan daerah Indonesia lainnya. Atas dasar hal ini, Presiden Jokowi pun berencana akan segera mengirim 24 profesor asal Indonesia yang selama ini bekerja di Amerika Serikat (AS). Mereka ditugaskan untuk ikut membangun Papua terutama bidang pendidikan, pangan, dan riset. Asa pun mulai ditebarkan di Tanah Papua agar bisa lebih baik di masa mendatang.

Profesor Deden Rukmana merupakan salah satu dari 24 guru besar yang dipanggil Jokowi. Guru Besar Urban Studies and Planning dari Savannah State University AS ini sudah menyatakan kesediannya untuk membantu Indonesia. "Saya orang Indonesia dan cinta Tanah Air saya. Saya siap bantu dan tetap berupaya untuk memberikan karya bagi Indonesia," kata pria yang masih berstatus Warga Negara Indonesia (WNI) ini saat dihubungi Republika, belum lama ini. Tidak ada alasan apa pun di balik kesediaannya dalam membantu perbaikan di Tanah Papua.

Intinya, pemerintah meminta bantuan agar ada perbaikan kualitas pendidikan di Tanah Papua. Permintaan bantuan ini juga meyakinkannya bahwa pemerintah menganggap diaspora seperti dirinya merupakan potensi bangsa yang masih dibutuhkan negara. "Pak Jokowi melihat kami sebagai potensi bangsa, bukan pengkhianat bangsa," kata Deden yang telah menetap di AS sejak 2000-an.

Deden telah berpindah ke negeri Paman Sam ini semenjak 2000. Sementara gelar profesor berhasil disematkannya saat menginjak 2006. Deden menerangkan, pemilihan lokasi kerja di AS murni pilihannya, terlebih lagi saat dirinya diterima dalam pekerjaan yang berhubungan dengan bidangnya, Urban Studies and Planning. Selagi ada kesempatan, dia jelas tak ingin kehilangannya. Penempatannya di bidang tersebut juga menjadi peluang bagi dirinya untuk berkarya di bagian yang dia pahami dan cintai.

Rasa cinta bangsa juga menjadi alasan kuat professor dari Louisiana State University (LSU) di bidang bioteknologi, Ida Wenefrida Utomo. "Indonesia adalah kampung halaman, my 'mother country', Amerika ini my home now. Jadi sebagai diaspora, cinta sama kampung halaman itu enggak pernah hilang," kata wanita yang saat ini telah berstatus Warga Negeri Asing (WNA) ini.

Menurut Ida, pendidikan dan teknologi itu penting. Oleh sebab itu, dia bersedia membantu Indonesia yang dimulai dari Papua. Kalau tidak fokus di pendidikan teknologi, dia menilai, Indonesia tentu akan terus menjadi pengguna. Bahkan, lama-lama Indonesia bisa menjadi suruhan dari negara lain. Agar itu tidak terjadi di Indonesia, Ida pun bersedia membantu kampung halamannya ini.

Ida telah berada di AS sejak 1989 dan bekerja di LSU dari 1999. Dia mengaku sempat kembali ke Indonesia pada 1999 tapi tak berlangsung lama. Lingkungan karier pendidikan tidak kondusif dan tak adanya fasilitas untuk bisa berprestasi menjadi alasan kuatnya. Oleh sebab itu, wajar jika terdapat istilah 'peneliti miskin' di Indonesa.

Indonesia memang berbeda jauh dengan negara lain, seperti AS. Menurut dia, para profesor di AS terutama LSU bisa memiliki paten dan royalti yang cukup. Suasana kerjanya pun sangat kompetitif sehingga dia selalu merasa tertantang untuk berprestasi dan memperoleh reward.

Universitas di AS bukan hanya tempat teknologi tapi juga penggerak roda ekonomi. Hal seperti inilah yang belum dimiliki Indonesia sampai detik ini. Karena itu, dia bersama profesor lainnya berkeingian menularkan teknologi ini ke Indonesia.  Ida juga menambahkan, sampai saat ini belum sempat memikir untuk menjadi WNI. "Yang penting bantu Indonesia lah," ujarnya.

Ida berharap, rencana program Jokowi ini dapat diterima baik oleh masyarakat Indonesia. Masing-masing profesor ini punya keahlian yang luar biasa. Tidak hanya ilmunya saja tapi juga pengalaman tentang sistem pendidikan di negara maju. Dia juga menegaskan, tidak bermaksud menggantikan fungsi para cendekiawan di Indonesia. "Kita hanya mau bantu dan after all, kita kan orang Indonesia juga. Katanya Gombloh, merah darahku putih tulangku," katanya.

Presiden Diaspora AS, Profesor Heri Utomo, mengungkapkan, saat ini terdapat 74 profesor asal Indonesia di berbagai universitas AS. Bidang keahliannya pun bermacam-macam, dari bioteknologi, medikal umum, engineerining (mechanical and electrical), medical neuroscience, dan telemedicine. Selanjutnya, bidang politik, sosial, studi agama, bahasa Inggris, bahasa Indonesia, agrikultura, bisnis, nano teknologi, hukum, biologi, kimia, musik dan seni.

Menurut Heri, pihaknya sudah dua kali ke Papua dan Papua Barat untuk melakukan fact-finding. Tujuannya, membuat 'blue-print' terobosan agar dapat membantu kedua provinsi ini.

Terobosannnya, yakni perbaikan perguruan tinggi, akademi, politeknik maupun sekolah kejuruan. Sistem pendidikan vokasi untuk Papua yang terintegrasi dan berstandar internasional akan dibangun. Hal ini termasuk sistem feeder schools beserta fasilitas boarding school-nya.

Kemudian akan dilakukan pembangunan "Papua International Rice Research Center" di Merauke. Pusat ini nantinya menjadi terobosan teknologi untuk mendukung program 1 juta hektare lahan padi di Merauke. Selain untuk memenuhi kebutuhan rakyat di pulau ini, ini bisa menjad peran aktif Papua dalam memperkuat swasembada beras. "Dan ketahanan pangan nasional," ujarnya.

Heri menambahkan, tim profesor asal Indonesia di AS (Diaspora Academics USA) ini juga tengah melakukan fact-finding yang lengkap untuk menyusun rencana pembanguan "Papua International Center for Marine Biodiversity". Hal ini dimaksudkan untuk bisa dijadikan identitas dan kebanggaan masyarakat Papua.

"Ini contoh kecil-kecilan. Ke depan akan lebih hebat lagi peran teknologi dan hanya melalui education yang efisien dan efektif, Indonesia akan bisa jadi player, bukan sekadar pemakai teknologi saja. Ini impian kita semua," kata Heri. Untuk bisa mencapainya, maka fungsi diaspora sangat penting. Sebab, hanya diaspora yang bisa menjembatani antara negara maju seperti AS dengan Indonesia untuk alih teknologi yang cepat dan murah.

Senator DPD dari Papua, Charles Simaremare menyambut baik wacana Jokowi ini. Dia juga mempertanyakan apakah para guru besar itu dapat beradaptasi dengan baik di Tanah Papua. Program ini pun diharapkannya agar tidak sampai biaya yang dikeluarkan pemerintah lebih besar daripada manfaat yang didapat masyarakat Papua. "Jangan sampai ini jadi proyek dan sebagainya. Kita sih positif saja walau tidak tahu sebenarnya," kata Charles.

Charles juga mengingatkan pemerintah agar bisa memfasilitasi 24 profesor ini. Sebab, mereka jelas harus beradaptasi dengan situasi dan kondisi apa pun di Tanah Papua. Dia mencontohkan, tak adanya listrik dan sinyal seluler di daerah pedalaman serta termasuk tempat tinggal yang nyaman.

Pada dasarnya, anak-anak dan masyarakat Papua itu memiliki potensi. Hanya saja, dia melanjutkan, ini perlu diberdayakan dan didampingi lagi. Hal ini terbukti adanya putra-putri Papua yang berhasil mendapatkan banyak prestasi.

Di akhir katanya, Charles berharap, para profesor tersebut bisa mendidik mereka dengan pendekatan kasih sayang tanpa dipengaruhi situasi politik apa pun. Anak-anak Papua itu seperti kertas putih. "Apa yang tertulis di kertas ini sesuai dengan apa yang ditulis oleh para penulisnya. Itulah nanti bentuk anak-anak Papua," tegasnya.    rep: Wilda Fizriyani, ed: Muhammad Hafil

 

***

infografis

Papua dalam Angka

Papua

Kemiskinan: 28,54 persen dari total penduduk

Pengangguran: 3 persen dari angkatan kerja

Papua Barat:

Kemiskinan: 25,82 persen dari total penduduk 

Pengangguran: 5,73 persen dari angkatan kerja

 Sumber: Pusat Data Republika

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْـَٔلُكَ اَهْلُ الْكِتٰبِ اَنْ تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتٰبًا مِّنَ السَّمَاۤءِ فَقَدْ سَاَلُوْا مُوْسٰٓى اَكْبَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَقَالُوْٓا اَرِنَا اللّٰهَ جَهْرَةً فَاَخَذَتْهُمُ الصَّاعِقَةُ بِظُلْمِهِمْۚ ثُمَّ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ فَعَفَوْنَا عَنْ ذٰلِكَ ۚ وَاٰتَيْنَا مُوْسٰى سُلْطٰنًا مُّبِيْنًا
(Orang-orang) Ahli Kitab meminta kepadamu (Muhammad) agar engkau menurunkan sebuah kitab dari langit kepada mereka. Sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, “Perlihatkanlah Allah kepada kami secara nyata.” Maka mereka disambar petir karena kezalimannya. Kemudian mereka menyembah anak sapi, setelah mereka melihat bukti-bukti yang nyata, namun demikian Kami maafkan mereka, dan telah Kami berikan kepada Musa kekuasaan yang nyata.

(QS. An-Nisa' ayat 153)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement