JAKARTA — Sidang ketiga perselisihan hasil pemilu presiden digelar Mahkamah Konstitusi (MK) dengan agenda mendengarkan saksi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai termohon. Sepanjang persidangan, kuasa hukum Prabowo-Hatta sebagai pemohon banyak menanyakan perihal jumlah daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) yang dinilai terlalu besar.
Setelah saksi dari KPU Kota Batu, Kabupaten Jember, Banyuwangi, Kota Surabaya, dan KPU Jawa Timur memberikan keterangan, kuasa hukum Prabowo-Hatta, Maqdir Ismail, bertanya. Jumlah DPKTb dari kabupaten/kota tersebut dan secara umum di Provinsi Jawa Timur cukup besar. Sehingga, jika dibagi rata, untuk setiap TPS di Jatim terdapat empat pemilih yang menggunakan suaranya sebagai DPKTb.
"Tadi seperti dijelaskan KPU Banyuwangi, Jember, Jatim, jumlah pemilih yang menggunakan KTP secara umum empat orang di setiap TPS. Dijelaskan juga kalau memang ada yang memilih tidak sesuai dengan alamat domisili sesuai dengan KTP," kata Maqdir dalam sidang di MK, Jakarta, Senin (11/8).
Pertanyaan saksi pasangan calon nomor urut satu tentang DPKTb, menurut Maqdir, juga banyak tidak terjawab oleh KPU di tingkatan kabupaten/kota saat rekapitulasi. Lantaran untuk memastikan pemilih yang menggunakan KTP, penyelenggara harus membuka terlebih dahulu kotak suara. Sehingga, keberatan saksi akhirnya hanya menjadi keberatan lisan dan catatan tertulis saat rekapitulasi berjenjang.
Maqdir menginformasikan adanya dua model formulir surat pindah memilih (A5) yang diduga ditandatangani ketua PPS di Kelurahan Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. "Model A5, ada yang punya KTP atau tidak," ujar Maqdir.
Menurut Maqdir, ada yang membawa A5 tanpa menyertakan kartu tanda penduduk (KTP). Dari sekitar 13-14 dokumen A5 yang dia terima, ada enam formulir yang tidak disertai dengan KTP.
Adanya dokumen ini membuat Maqdir meyakini adanya modus tertentu terkait dengan pemilih dalam DPKTb. "Penggunaan DPKTb ini menjadi sangat tidak benar dan pelaksanaannya ada di bawah. Siapa yang mengawasi mereka, kita tidak tahu," ujar dia.
Maqdir mengatakan, dokumen A5 itu akan dijadikan sebagai bukti. Ia ingin menunjukkan adanya beberapa modus yang dilakukan oleh orang tertentu dalam pelaksanaan pemilu presiden. Bahkan, ia menyebut, orang yang memberikan data memberikan informasi pemilih dalam DPKTb ada yang menggunakan hak pilihnya di luar waktu yang telah ditentukan, pukul 12.00-13.00. "Ada yang gunakan mulai dari pukul 07.00," kata dia.
Komisioner KPU Ida Budhiati mengatakan, persoalan daftar pemilih tambahan (DPTb) dan DPKTb memang paling banyak dibahas saat rekapitulasi berjenjang. Karena itu, KPU menyiapkan bukti-bukti materi melalui dokumen tertulis yang diperoleh melalui pembukaan kembali kotak suara.
Undang-undang ataupun peraturan KPU, menurut Ida, tidak pernah membatasi jumlah minimal DPKTb untuk setiap TPS. DPTb dan DPKTb merupakan upaya KPU dalam mengakomodasi hak konstitusional warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bisa menggunakan hak pilihnya pada 9 Juli.
Meski begitu, KPU menyerahkan kepada Majelis Hakim MK untuk memberikan penilaian terhadap nilai dan pembuktian yang dilakukan KPU. Seluruh keterangan dan bukti yang disampaikan KPU, menurutnya, merupakan keterangan yang sebenar-benarnya dan diambil di bawah sumpah.
Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan kepada seluruh saksi termohon untuk Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jakarta agar memberikan keterangan yang benar. Karena, semua saksi dan keterangannya sudah disumpah. "Saksi yang tidak benar dan memberikan keterangan palsu akan diancam hukuman penjara sesuai perundang-undangan," ujarnya.
Menurutnya, keterangan dari para saksi akan menjadi bahan bagi mahkamah dalam memutuskan keputusan.rep:ira sasmita/irfan fitrat/c75/c87 ed: muhammad fakhruddin