Jepang menerapkan kebijakan ilegalisasi pornografi anak dengan hukuman sangat berat. Apakah kebijakan itu bisa diterapkan di Indonesia?
Saya kira, kita tidak bisa langsung menerapkannya di Indonesia. Kita mempunyai Undang-Undang Pornografi Nomor 44 Tahun 2008 yang di dalamnya mengatur tentang pidana anak yang dilibatkan dalam pornografi. Dikatakan dalam UU Pornografi itu, ancaman maksimal hukuman penjara 6 tahun ditambah sepertiga dari maksimun pidana menjadi sembilan tahun. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, hukumannya paling lama 15 tahun dan denda 300 juta. Mana yang paling berat, itu yang dilakukan. Tidak bisa mencontoh Jepang.
Apakah aturan itu sudah efektif?
Memang, belakangan ini kita lihat masyarakat kurang puas dengan ancaman undang-undang yang dimiliki, sehingga seharusnya ditambah lagi. Bahkan, bila perlu hukuman mati. Dari dua undang-undang yang dimiliki Indonesia, hukumannya tidak seperti Jepang. Kalau mau, direvisi dulu undang-undangnya. Jika mau meningkatkan ancaman hukuman, harus diubah undang-undangnya. Pekerjaan yang tidak gampang.
Apakah Kemenkominfo mempunyai strategi lain dalam upaya preventif terhadap pornografi anak?
Ya, pengawasan harus kita tingkatkan. Belakangan ini, dengan marak pelecehan seksual terhadap anak, orang baru terbuka pikirannya. Yang kita ingin harapkan adalah bagaimana setiap lembaga yang mengelola di bidang pendidikan sadar betapa penting pengawasan yang mereka asuh. Selama ini, lemahnya pengawasan terhadap anak. Unsur pengawasan di setiap lembaga pendidikan anak itu yang harus ditingkatkan.
Bentuk pengawasannya seperti apa?
Setiap lembaga punya standar pengawasan. Aspek kepedulian masyarakat untuk memberikan laporan apabila menemukan kasus pelecehan seksual juga diperlukan.
Kebijakan pemerintah yang efektif menghalangi akses pornografi anak seperti apa?
Kalau dikaitkan dengan media, kita ingin melindungi akses pornografi dari anak-anak dan semua warga. Pertama, Kemenkominfo punya program internet sehat dan aman. Ini memberikan panduan agar orang tua mengajarkan dan mendampingi anaknya mengakses media internet. Kedua, hal teknis seperti internet di rumah, jangan disimpan di kamar. Letakkan di ruang terbuka sehingga tidak tercipta anak membuka gambar porno. Anak-anak kini ikut media sosial, maka orang tua ikut menjadi teman, misal berteman di facebook supaya bisa memantau. Ketiga, kita sekali-kali mengecek handphone yang dimiliki anak. Tapi, ini juga memerlukan kecerdasan orang tua.
Respons terhadap program tersebut?
Masyarakat positif. Hanya kepedulian orang tua yang harus dimaksimalkan. Pengawasan, pengendalian dari orang tua yang paling penting. Akses internet di warnet itu menjadi permasalahan. Pengelolaan warnet diserahkan ke pemda. Dari pemantauan tergantung terhadap politik will. Di beberapa daerah, kebijakannya diatur jam-jam tertentu dan pengawasannya sangat ketat. Salah satunya di Subang, Jawa Barat.
Selama ini, apa yang menjadi hambatan Kemenkominfo dalam menghalangi akses pornografi anak di Indonesia?
Masalahnya, di satu sisi kita ada UUD yang menjamin setiap orang mencari komunikasi melalui saluran media. Kalau UUD begitu, maka kita tidak bisa melakukan pembatasan mencari informasi. Yang ada bisa mengatur supaya anak terlindungi dari bahaya pornografi. Kebijakan pemerintah diwajibkan menutup website yang mengandung pornografi. Bukan aksesnya yang dibatasi, tapi medianya kita tutup kalau itu mengandung pornografi. Setiap bulan, ada 200 aduan terkait pornografi. Kita tutup situsnya, tetapi ada yang baru muncul lagi. Selalu muncul situs-situs porno baru. Berat kita.rep:c75 ed: eh ismail