Selasa 07 Oct 2014 16:00 WIB

Cadangan Devisa Stabil

Red:

JAKARTA -- Cadangan devisa pada akhir September 2014 tercatat stabil. Padahal, Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi valuta asing untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. BI mencatat, cadangan devisa pada akhir September 2014 turun 60 juta dolar AS. Posisi cadangan devisa yang pada akhir Agustus 2014 sebesar 111,224 miliar dolar AS kini menjadi 111,164 miliar dolar AS di akhir September 2014.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, posisi cadangan devisa Indonesia yang masih relatif stabil dipengaruhi kenaikan kebutuhan devisa. "Kebutuhan devisa itu antara lain untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan intervensi valuta asing dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah," ujar Tirta, di Jakarta, Senin (6/10).

Di sisi lain, Tirta melanjutkan, penerimaan devisa juga meningkat, terutama berasal dari penerbitan sukuk global dan hasil ekspor migas pemerintah serta kenaikan simpanan deposito valuta asing bank-bank di Bank Indonesia.

Menurut Tirta, posisi cadangan devisa per akhir September 2014 dapat membiayai 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Ini berarti berada di atas standar kecukupan internasional, yakni sekitar tiga bulan impor. Karena itu, BI menilai perkembangan cadangan devisa ini positif terhadap upaya memperkuat ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya.

Dari pasar keuangan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah dalam perdagangan Senin (6/10). Padahal, pekan lalu rupiah sempat menguat tipis pada kisaran Rp 12.100 per dolar AS.

Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), Senin (6/10), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditransaksikan pada Rp 12.212. Angka tersebut melemah dibandingkan Jumat (3/10) yang ditransaksikan pada Rp 12.144 per dolar AS.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, depresiasi nilai tukar pada akhir kuartal III-2014 sebesar 1,57 persen month to month (mtm) atau 0,12 persen year to date (ytd). "Pelemahan rupiah lebih karena menguatnya dolar AS," ujar Agus.

Selain rupiah, nilai tukar di regional juga mengalami pelemahan. Nilai tukar dong Taiwan melemah 0,16 persen menjadi 30,46 per dolar AS. Nilai tukar won Korea melemah 0,65 persen menjadi 1.068 per dolar AS. Bath Thailand JUGA melemah 0,12 persen menjadi 32,6 per dolar AS. "Pelemahan rupiah masih sejalan dengan negara lain dalam satu kawasan regional," ujarnya.

Menurut Agus, pelemahan nilai tukar tersebut disebabkan oleh faktor eksternal dan domestik. Faktor eksternal khususnya normalisasi kebijakan the Fed. Kenaikan Fed Funds Rate akan lebih awal dari yang diprediksikan. Hal itu menyebabkan pasar melihat kondisi tingkat suku bunga AS yang akan meningkat.

Sementara itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) pada Senin (6/10) ditutup rebound 50,78 poin atau 1,03 persen ke level 5.000,14. Nilai itu sekaligus membuat IHSG berada di zona hijau setelah sepekan lalu tertekan aksi jual investor. Volume saham yang diperdagangkan di hari pertama awal pekan ini mencapai 3,86 juta lot saham dengan nilai perdagangan Rp 3,89 triliun.

Kemarin, IHSG berada di level tertinggi pada 5.006,34 dan terendah pada level 4.946,70. Saham-saham unggulan di LQ45 juga menguat 11,59 poin atau 1,29 persen ke level 845,50. Begitu pula dengan saham-saham sektoral, mayoritas ditutup di zona hijau. Hanya sektor barang konsumsi yang melamah 6,01 poin atau 0,29 persen ke level 2.075,94.

Kondisi ini didukung juga menguatnya mayoritas indeks regional. Indeks Nikkei menguat 182,30 poin atau 1,16 persen ke level 15.890,95. Hang Seng menguat 250,48 poin atau 1,09 persen ke level 23.315,04. Begitu pula Straits Times yang menguat 24,53 poin atau 0,76 persen ke level 3.253,24. Namun, bursa regional, seperti Korea, Laos, dan Thailand ditutup melemah. rep:satya festiani/fuji pratiwi ed: eh ismail

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement