Rabu 04 Jan 2017 13:00 WIB

Pemerintah Harus Jaga Harga Pangan

Red:

JAKARTA -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menilai upaya pemerintah dalam menjaga harga pangan sepanjang 2016 sudah cukup baik. Meski demikian, pemerintah masih harus berupaya agar harganya tidak mengalami fluktuasi secara cepat. Sebab, harga pangan banyak berpengaruh dalam jumlah penduduk miskin.

"Peran makanan untuk garis kemiskinan ini sangat tinggi sekali. Dengan melihat komposisi tersebut, stabilitas harga pangan harus betul-betul dijaga karena pengaruhnya besar," kata Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (3/1).

Dia menjelaskan, selama Maret hingga September 2016, garis kemiskinan naik sebesar 2,15 persen, yaitu dari Rp 354.386 per kapita per bulan pada Maret 2016 menjadi Rp 361.990 per kapita per bulan pada September 2016. Peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan.

Pada September 2016, komoditas makanan menyumbang sebesar 73,19 persen, sedangkan untuk komoditas nonmakanan mencapai 26,81 persen. Menurut Suhariyanto, bahan pokok yang masih berpengaruh signifikan terhadap jumlah kemiskinan adalah beras.

Selain itu, ada rokok yang pengaruhnya justru unik. Sebab, harga rokok yang terus meningkat ditambah jumlah perokok yang juga ikut meningkat di desa atau kota ternyata memengaruhi data kemiskinan.

"Harga rokok ini naik dari waktu ke waktu dan masyarakat enggak pernah komplain? Ini agak mencemaskan karena cukup berpengaruh," ujar Suhariyanto.

Berdasarkan data BPS, kelompok bahan makanan menjadi penyumbang inflasi terbesar sepanjang 2016, yakni mencapai 1,21 persen dari inflasi 2016 yang mencapai 3,02 persen. Jika dibandingkan dengan 2015, kontribusi bahan makanan atas inflasi meningkat.

Tahun lalu, andil bahan makanan terhadap inflasi sebesar 0,98 persen. Selain itu, kelompok yang memberikan andil terhadap inflasi sepanjang 2016 terbesar adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yang mencapai 0,91 persen, kemudian kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,46 persen.

Suhariyanto menjelaskan, persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan jarak antara rata-rata pengeluaran penduduk miskin dan garis kemiskinan. Indeks keparahan kemiskinan mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

Dari data BPS, indeks kedalaman kemiskinan turun dari 1,94 pada Maret 2016 menjadi 1,74 pada September 2016. Indeks keparahan kemiskinan juga turun dari 0,52 menjadi 0,44 pada periode yang sama.

Analis senior Kenta Institute Eric Sugandi memprediksi harga pangan akan mengalami kenaikan pada 2017. Kenaikan harga tersebut dipastikan bakal memengaruhi inflasi. Apalagi, sejauh ini konsumsi masyarakat masih menjadi pengaruh besar dalam tingkat inflasi. Eric mengatakan, ketersedian pasokan bahan pangan yang baik akan menjamin inflasi bulanan hingga tahunan lebih terjaga.

Pemenuhan produk domestik ini bisa dilakukan baik dengan memperbaiki produksi domestik maupun impor yang terencana dengan baik. "Distribusi bahan kebutuhan pokok misalnya dengan perbaikan infrastruktur transportasi dan optimalisasi Bulog dengan operasi pasar juga bisa memengaruhi harga komoditas pangan," kata Eric.

Menurut dia, penunjang dari pendistribusian, seperti bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) juga harus disesuaikan agar tidak bergerak terlalu tinggi. Jika kenaikan harga ini tidak terlalu besar, harga pangan bisa ditekan agar terjangkau oleh masyarakat.

Di sisi lain, Bank Indonesia juga harus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan intervensi terukur di pasar valas. Tujuannya untuk meredam tekanan dari imported inflation.  rep: Debbie Sutrisno ed: Muhammad Iqbal

***

Seputar Kemiskinan Indonesia

Jumlah penduduk miskin di Indonesia per September 2016: 27,76 juta orang (10,70 persen)

Jumlah tersebut berkurang 0,25 juta orang dibandingkan Maret 2016 yang tercatat 28,01 juta orang (10,86 persen)

Perincian:

Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan: 10,49 juta orang

Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan: 17,28 juta orang

Jumlah penduduk miskin pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Presiden dilantik pada 20 Oktober 2014):

September 2016: 27,76 juta orang (10,70 persen)

Maret 2016: 28,01 juta orang (10,86 persen)

September 2015: 28,51 juta orang (11,13 persen)

Maret 2015: 28,59 juta orang (11,22 persen)

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement