Tenaganya dan kemauannya untuk segera keluar dari rahimmu sangat besar. Dahsyat!" Fatin mencoba menyimaknya, tetapi jujur saja, sulit menerima analisa dokter Joyceline yang terdengar aneh di telinganya. Bayi di dalam perut berjuang keras, lebih dahsyat dari perjuangan ibunya sendiri, pemilik perut, rahim yang selama sembilan bulan mengandungnya?
Rasanya dirinya nyaris kehabisan tenaga saat melahirkan malam itu. Tidak ditunggui suami, sebab Rimbong sedang ada acara penting di Brisbane, Australia. Kedua pembantunya pun sedang keluar rumah.
Samawa dan istrinya yang tetap setia mendampinginya. "Kami sudah selesai. Kalau ada apa-apa hubungi nomer ini," pesan dokter Joyceline, kemudian mengemasi peralatan kedokterannya. "Mengapa Suster ikut pergi?" tanya Fatin, terheran-heran.
Perawat yang tugasnya membantu dokter Joyceline itu selalu menatap sinis, dan menyindirnyindir. Fatin tidak menyukainya sejak pertama melihatnya.
"Jangan manjalah. Yang penting kamu sudah melahirkan. Titik!" sahutnya tanpa babibu lagi mengikuti jejak dokter Joyceline.
Meskipun merasa heran, Fatin sama sekali tak mau berdebat lagi dengan kedua insan medis itu. Ia segera mengabari Rimbong melalui telepon.
"Aku sudah tahu dari dokter Joyce. Kapan-kapan aku akan menengok anakku," suara bariton dari seberang itu membuat Fatin terhenyak hebat. Mengapa suaranya begitu dingin, ketus bahkan seperti tidak senang?
@@@
Sebulan, dua, tiga, empat bulan….
Setahun, dua tahun sudah umur bayi laki-laki yang diberi nama Ridho Rimbong itu dilahirkan ke dunia. Sikap Rimbong telah berubah sangat drastis. Segala perhatian, kelembutan, keromantisan, kemanjaan, semuanya telah raib, entah ke mana. Ini dimulai ketika Rimbong tak berhasil membujuk Fatin agar menyerahkan si kecil kepadanya.
Apabila Fatin masih bertahan selama dua tahun itu tak lain karena sempat ada kesepakatan dengan Rimbong. Bahwa Rimbong membolehkannya tetap bersama si kecil hingga berumur dua tahun. Setelah itu Rimbong akan membawanya ke Jakarta.
Fatin masih berharap ada perubahan, ada keajaiban terjadi. Kenyataan tidak bicara demikian. Ketika ulang tahun Ridho yang kedua telah tiba, kembali Rimbong mengusik perihal hak pengasuhannya.
"Apa masih kurang semua harta kekayaan yang telah kuberikan kepadamu ini, Sayang? Semuanya untuk kamu. Aku hanya minta anakku dalam pengasuhanku!"
(Bersambung)