JAKARTA -- Sejak awal 2014, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyatakan akan segera membuat cetak biru industri jasa keuangan syariah. Sementara untuk mendorong pertumbuhan industri 'halal' ini, OJK akan menyiapkan insentif khusus.
Dikutip dari Reuters, OJK saat ini sedang menyiapkan program selama lima tahun untuk meningkatkan industri keuangan Indonesia. Disebutkan bahwa untuk membangkitkan sukuk di pasar domestik, akan ada insentif khusus.
Regulator lembaga jasa keuangan ini juga sedang mencari cara menghidupkan pasar sukuk yang lesu pada 2014 ini. Berdasarkan data OJK sepanjang 2012 dan 2013, penerbitan sukuk senilai Rp 4,18 triliun.
Belum diketahui mengenai rendahnya pasar sukuk sepanjang 2014, tetapi kemungkinan karena tingginya biaya penerbitan sukuk. Selain itu, perbankan juga dianggap kurang berpengalaman dalam penerbitan dan aturan yang tak jelas.
Sebelumnya, Dewan Komisioner OJK telah menetapkan Peraturan Dewan Komisioner OJK tentang pembentukan Komite Pengembangan Jasa Keuangan Syariah (KPJKS). Hingga kemudian, Senin (11/8) pekan lalu, KPJKS dibentuk untuk memenuhi kebutuhan perlunya koordinasi yang efektif serta sinergi secara eksternal dan internal, baik lintas lembaga juga lintas sektor.
Sebelumnya, OJK menerapkan aturan batas maksimum pungutan. Kendati nilai pungutan sama-sama 0,03 persen dari nilai emisi, pungutan maksimum untuk sukuk hanya Rp 150 juta. Sementara untuk surat utang konvensional sebesar Rp 750 juta.
Hanya saja, OJK berencana menambah insentif untuk mendorong pertumbuhan. OJK yakin bahwa pajak bukan masalah dalam penerbitan sukuk. Justru, persoalan terbesar dalam penerbitan sukuk adalah kurangnya pengetahuan dan pemahaman emiten dan penjamin terhadap produk syariah.
''Kami sedang mengkaji kemungkian insentif kepada pihak yang terkait penerbitan surat berharga. Sama halnya seperti yang kami lakukan dalam hal biaya penerbitan,'' pesan OJK seperti dikutip dari Reuters, Selasa (19/8).
Berdasarkan data OJK, hingga saat ini total sukuk korporasi senilai Rp 12,29 triliun atau 65 emisi sukuk. Sementara, outstanding-nya mencapai Rp 6,96 triliun dengan pangsa pasar 3,17 persen.
Angka ini menurun dari outstanding kuartal pertama 2014 sebesar Rp 7,19 triliun. Angka outstanding sukuk memang terus menurun dari akhir 2013, yaitu Rp 7,55 triliun.
Sementara untuk SBSN total outstanding Rp 179,1 triliun (45 seri SBSN) dengan pangsa pasar 9,83 persen. Menurut Deputi Komisioner Manajemen Strategis IB OJK, Lucky FA Hadibrata, sukuk korporasi dan SBSN mulai diminati sebagaimana sarana pembiayaan korporasi dan fiskal.
Namun, ia menggarisbawahi bahwa pasar modal syariah belum optimal karena pangsanya kecil dan variasi produk terbatas. Reksa dana saat ini masih berkembang, tapi potensi tumbuh masih besar. ed: irwan kelana