Dengan rek lamasi, banjir tahunan di Jakarta dapat semakin meluas.
PLUIT -Sejumlah aktivis lingkungan mengecam pembangunan megaproyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau yang lebih dikenal dengan istilah giant sea wall(tanggul raksasa). Sebab, GWS dinilai akan menimbulkan kerugian terhadap berbagai sektor, terutama lingkungan hidup.
Menurut Asisten Deputi Bidang Pengaduan dan Pelaksana Sanksi Administrasi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Widodo Sam bodo, dampak lingkungan yang bakal terjadi dari GSW dan reklamasi 17 pulau, yakni endapan lumpur yang bakal memperparah banjir di Ibu Kota. "Proyek GSW ini justru akan mem beri dam pak buruk yang lebih besar terhadap lingkungan. Dengan reklamasi, banjir tahunan di Jakarta dapat semakin meluas dan lama surutnya," ujar Widodo Sambodo dalam diskusi publik di Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (9/10).
Ia menjelaskan, proyek NCICD juga dapat merusak sejumlah infrastruktur lingkungan. Karena, setidaknya 330 juta meter kubik material harus diambil untuk melakukan reklamasi.
Padahal, menurut Widodo, ada cara yang lebih tepat untuk menanggulangi banjir akibat pasang air laut (rob) juga hujan di Jakarta.
Cara tersebut, di antaranya, dengan merevitalisasi 13 sungai atau kali yang melintasi Ibu Kota, yaitu Ciliwung, Angke, Pesanggrahan, Krukut, Grogol, Cipinang, Sunter, Baru Timur, Baru Timur, Jati Kramat, Cakung, Buaran, dan Moovervaart.
Ia menjelaskan, telah ada peraturan yang dikeluarkan dalam keputusan menteri (kepmen) lingkungan hidup mengenai ketidaklayakan rencana pembangunan me gaproyek itu. Peraturan tersebut tertuang dalam Kepmen Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Rek lamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta.
Namun, kepmen itu dibatalkan melalui keputusan peninjauan kembali (PK) yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (MA). Kepmen ini awalnya dikeluarkan karena tim dari analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) Departemen Lingkungan Hidup saat itu menilai ada syarat tidak terpenuhi. Dari analisis tim saat itu, mereka menemukan pembangunan proyek NCICD lebih ditujukan untuk kepentingan bisnis para pengusaha properti.
Senada dengan Widodo, aktivis lingkungan lainnya, yaitu Ahmad Syafruddin dari Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), juga menilai tidak ada kepentingan untuk lingkungan dalam proyek di utara Jakarta tersebut. "Secara ekonomi ini merugikan karena biaya kerusakan itu justru akan dibe bankan pada Pemerintah Pro vinsi (Pemprov) DKI Jakarta."
Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama berpendapat, pembangunan GSW harus segera di lakukan untuk mencegah ancaman banjir yang diakibatkan pasangnya air laut (rob). "Jakarta ini banjirnya berasal dari dua sebab. Pertama, di wilayah utara berasal dari pasang laut dan selatan dari air hujan," ujar Basuki di Balai Kota, Kamis (9/10).
Ahok menuturkan, pengerjaan peninggian, penguatan tanggul, serta pembuatan pompa ini akan meniru konsep yang diterapkan di Pantai Indah Kapuk (PIK). Menurutnya, sejak sistem tersebut diterapkan, wilayah perumahan di PIK tidak pernah mengalami rob selama bertahun-tahun.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jakarta Andi Baso Mappapoleonro mengatakan, delapan dari 33 kilometer pembangunan tanggul menjadi tanggung jawab Pemprov DKI dengan dana mencapai Rp 1,6 triliun dalam usulan APBD 2015.
"Karena itu, meski ground breaking dilakukan hari ini, pembangunan tanggul baru dapat dilaksanakan pada 2015 dan ditargetkan selesai dalam tiga tahun pada 2018," ujar Andi Baso.
GSW terbagi dalam tiga tahap. Tahap A, yaitu reklamasi 17 pulau. Tahap B adalah pembangunan konstruksi tanggul laut terluar berbentuk garuda raksasa di laut dalam, dan tahap C, pembangunan tahap besar tanggul raksasa serta pembangunan danau penyimpan dan pompa besar. rep:c66, ed:karta raharja ucu