Dony Aryanto dan rekan-rekannya telah puluhan tahun terjun sebagai relawan di berbagai daerah yang mengalami bencana alam. Menurut Dony, masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki kepedulian tinggi untuk menjadi relawan bagi sesamanya. Namun, ketika terjun ke lapangan, masih banyak relawan yang hanya bermodalkan semangat dan keinginan kuat untuk membantu.
Tugas teknis relawan sering kurang dipahami oleh mereka. Selain itu, masyarakat juga masih mengidentikkan relawan hanya pada saat terjadi bencana alam. Karena itu, bersama rekan-rekannya Dony mendirikan lembaga edukasi bernama Sekolah Relawan. Berikut wawancara wartawan Republika Dian Erika Nugraheny dengan Dony Aryanto, Selasa (6/12) lalu.
Selama tiga tahun berdiri, Sekolah Relawan fokus kepada pembekalan pengetahuan perihal keterampilan menjadi relawan. Sebenarnya apa yang menjadi latar belakang pendirian sekolah ini ?
Banyak relawan yang turun ke lokasi bencana hanya bermodalkan semangat. Mereka belum memiliki wawasan dan keterampilan yang memadai saat melakukan aksi menolong. Di lokasi bencana pun relawan punya kecenderungan berkelompok. Jika seperti itu, tidak ada tujuan.
Relawan yang terjun ke lapangan bukan hanya sekadar membantu, melainkan ada fungsi lain, yakni pemberdayaan. Kami mendirikan sekolah ini agar para relawan dapat meningkatkan kapasitas dan pengetahuan menjadi seorang relawan. Selain itu, ada bekal-bekal ilmu pemberdayaan masyarakat yang diberikan.
Jadi, fokus Sekolah Relawan adalah pendidikan kerelawanan ?
Betul, memberikan edukasi tentang bagaimana menjadi seorang relawan dan pemberdayaan masyarakat.
Bisa dikatakan Sekolah Relawan lembaga pertama kali di Indonesia yang memberikan edukasi tentang relawan ?
Bisa dikatakan begitu. Sejak didirikan pada 2013 lalu, kami mengadakan kelas bagi relawan untuk menambah pengetahuan tentang teknis, tujuan ataupun program pemberdayaan masyarakat yang yang bisa dikembangkan di daerah bencana ataupun di lingkungan sekitar.
Sampai saat ini sudah 12 angkatan yang mengikuti pembelajaran kami. Pembelajaran dilakukan selama tujuh jam pada akhir pekan. Dalam satu kali pertemuan, kami berikan tambahan pengetahuan dasar tentang apa itu relawan, tujuan relawan, teknis terjun sebagai relawan, merencanakan, menyusun hingga bagaimana cara merealisasikan pemberdayaan masyarakat. Kami pun memberikan masukan dan motivasi kepada para relawan ini. Setelah mengikuti kelas, mereka akan diberikan tugas untuk menyusun program pemberdayaan masyarakat dan realisasinya.
Selain relawan sendiri, siapa saja yang bisa belajar di sekolah relawan ?
Siapa saja boleh belajar di sini. Pembelajaran kami lintas usia. Memang kebanyakan anak muda yang ikut kelas kami. Namun, di setiap angkatan juga ada bapak atau ibu yang berusia 50 tahun ke atas. Dari yang sekadar ingin tahu soal sekolah relawan sampai pada warga yang ingin mengembangkan program pemberdayaan masyarakat di lingkungannya pun dapat berkonsultasi di sini. Sebab, di luar kelas, kami juga membuka kesempatan untuk berdiskusi dengan masyarakat. Siapa pun yang ingin bertukar pikiran tentang kegiatan kerelawanan bisa datang ke kantor kami di Jalan Sulawesi Nomor 3, Beji, Kota Depok.
Kurikulum yang diajarkan Sekolah Relawan apa saja ?
Kurikulum disusun oleh kami, anggota Sekolah Relawan berdasarkan pengalaman kami di lapangan sebagai relawan bencana alam ataupun saat menjalankan program pemberdayaan masyarakat. Kami tekankan bahwa sebagai relawan, bisa belajar dari siapa pun di lokasi bencana atau di lapangan.
Inti pembelajarannya seperti yang sudah kami jelaskan, teknis relawan di lapangan, bagaimana cara membantu masyarakat, bekerja dengan tim, membuat programl, dan terakhir memberikan pengertian tentang bagaimana menyusun program yang mampu memberdayakan masyarakat di sekitarnya.
Sekolah Relawan baru ada di Depok ?
Benar. Kami pun tidak berencana membuka di daerah lain. Namun, untuk pembelajaran di daerah kami sudah sempat mengadakan di Medan dan Surabaya. Sebab, kami ingin masyarakat di daerah mampu menularkan semangat menjadi relawan yang sesuai kondisi dan kearifan daerahnya masing-masing. Belum tentu metode yang kami kembangkan di Jabodetabek ini cocok digunakan di daerah lain.
Jaringan relawan kami sekitar 600 orang yang ada di daerah. Mereka pun sudah memiliki komunitas masing-masing yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan di daerahnya. Kami harapkan semangat berkarya untuk masyarakat daerah mampu diinisiasi kembali oleh jaringan kami.
Berapa anggota resmi dari Sekolah relawan yang aktif hingga saat ini ?
Ada sekitar 80 orang dari berbagai latar belakang. Mulai dari mahasiswa, wiraswasta, karyawan hingga anak-anak. Relawan anak-anak merupakan anak dari para relawan kami. Mereka diajarkan untuk menularkan hal positif kepada lingkungan sejak kecil. Tugasnya sederhana saja, saat para orang tua melakukan tugas relawan, anak-anak ini ikut dengan mengajak bermain teman-teman sebaya mereka di daerah bencana. Dengan bermain bersama teman sebaya, anak-anak di daaerah bencana lebih mudah dalam tahap pemulihan trauma.
Selain memberikan edukasi mengenai relawan, apa saja kegiatan lain Sekolah Relawan ?
Kami memberikan pelatihan tanggap darurat untuk hal-hal sederhana sehari-hari. Misalnya saja, mengatasi sengatan listrik, mengatasi kebocoran gas di rumah, dan sebagainya. Kami berikan pelatihan ini untuk siswa-siswi sekolah di Jabodetabek. Sudah ada 20 sekolah yang mengikuti pelatihan dan dua majelis taklim.
Ke depannya, kami akan mengirim relawan khusus ke daerah untuk membantu mengembangkan potensi ekonomi di daerah. Tugas mereka mengedukasi masyarakat dan pemberdayaan dalam bidang ekonomi lokal. Kami sedang melatih calon-calon relawan yang akan diterjunkan. ed: Hafidz Muftisany
***
Makanan untuk Semua
Sekolah Relawan melanjutkan aksi kepeduliannya kepada orang-orang dhuafa dengan bantuan paling mendasar, makanan. Direktur Eksekutif Sekolah Relawan Dony Aryanto menyebutkan Sekolah Relawan saat ini memiliki program Free Food Car (FFC) dan yang terbaru adalah FoodBox.
Tujuan utamanya sama persis. Memenuhi kebutuhan makanan para dhuafa, fakir, miskin, dan musafir secara gratis. Dony menerangkan, Free Food Car konsepnya mendatangi mereka yang memerlukan dengan menggunakan mobil yang sudah berisi makanan. Sementara, FoodBox menyediakan kotak makanan bekerja sama dengan DKM atau takmir masjid.
Program Free Food Car hadir sebelum bulan Ramadhan 2016. Awalnya FFC adalah inovasi program sebar naasi bungkus Sekolah Relawan. Dony menyebut program sebar nasi bungkus menimbulkan sedikit bentrokan dengan program Sekolah Relawan yang lain yakni clean action. "Saat sebar nasi bungkusm kita tidak bisa menjamin sampahnya apakah dibuang pada tempatnya atau tidak," kata Dony.
Selain itu, FFC lebih menjamin adanya interaksi antara Sekolah Relawan dengan penerima manfaat. Lewat interaksi di meja makan yang dibawa relawan, penerima manfaat tak segan menyuarakan kebutuhan dan permasalahan yang mereka alami. "Jika sebar nasi bungkus interkasinya sedikit. Sementara jika FFC ini kita bisa tahu permasalahan apa yang butuh penyikapan Sekolah Relawan," terangnya.
Tak jarang lewat obrolan saat FFC, muncul program baru Sekolah Relawan berdasarkan kebutuhan. Dony menerangkan, sejauh ini FFC sudah mengunjungi hampir 90 titik. Setiap bulannya rata-rata Sekolah Relawan menggelar FFC 14 hingga 20 kali. "Sekali program standar kami 100-150 porsi dibagikan," terang dia.
Sasaran utama FFC adalah para pekerja kasar. Ia berharap dengan bantuan FFC, mereka bisa menyimpan jatah uang untuk makan siang sebagai tabungan. Saat ini, Sekolah Relawan membutuhkan mobil untuk operasional untuk program FFC. "Selama ini kita gunakan mobil pinjaman," papar dia.
Pengumpulan donasi untuk mobil FFC baru tercapai 30 persen dari total kebutuhan. "Jika sudah ada mobil operasional tahun depan kita bisa konsep jadi semacam food truck," urai Dony.
Sementara ide awal FoodBox adalah menempatkan kotak makanan gratis di sudut-sudut jalan. Namun, tim Sekolah Relawan kemudian memikirkan soal kemananan dan pengelolaannya. "Akhirnya, kami mengajak kerja sama pihak DKM atau Takmir Masjid Jami' Al-Muthmainnah di Jl Raya Meruyung Kec. Limo Kota Depok sebagai tempat pelaksanaan perdana program FoodBOX," ujar dia.
Menggandeng masjid, diakui Dony bukan sebatas soal faktor keamanan. Namun, ia berharap pengelolaan FoodBOX bisa melibatkan pihak manajemen masjid dalam mendayagunakan uang kas yang ada. "Sehingga uang kas tidak hanya digunakan untuk renovasi masjid atau biaya operasional masjid seperti membayar listrik dan air," kata Dony.
Ia menambahkan, selain berharap kepada pihak pengurus masjid, dalam teknis pelaksanaan program FoodBOX, Sekolah Relawan juga memanggil partisipasi masyarakat. Terutama dalam pemenuhan ketersediaan makanan dan minuman dalam FoodBOX. Ia mengatakan, program ini bukan program Sekolah Relawan semata. Bagi masyarakat yang tergerak ingin mengisi makanan dalam FoodBOX bisa langsung datang ke lokasi dan mengisinya. "Silakan bagi yang mau berdonasi bisa saja membawa makanan dari rumah," ujar dia.
Dony melihat program FoodBOX bukan sekadar menjamin ketersediaan makanan bagi mereka yang membutuhkan. FoodBOX juga akan membangkitkan peran masjid dalam melaksanakan fungsi sosialnya. "Itu kenapa di Sekolah Relawan lahir istilah MSR atau Mosque Social Responsibility," kata dia.
Ia pun mengajak masyarakat yang ingin ikut berkontribusi dalam mengembangkan program FoodBOX. "Mulai dari patungan untuk menyediakan kotak FoodBOX berikutnya sampai kerja sama pengelolaan FoodBOX secara utuh oleh pihak masjid terkait," ujar Dony.
Dony berujar berbagi makanan kepada yang membutuhkan berbasis masjid tak harus menunggu momen Ramadhan. Memang saat Ramadhan semangat untuk berbagi sangat tinggi. Ia menerangkan, semua berlomba ingin mendapatkan ridha dari Allah SWT pada bulan itu. "Lihatlah, di setiap mushala atau masjid di dalam kota ataupun di pinggiran atau di pedesaan. Banyak makanan yang terhidang untuk mereka yang mau berbuka puasa," ujarnya.
Lewat program FoodBOX ini, Dony ingin menghadirkan semangat Ramadhan pada bulan-bulan lain. "Tak harus menunggu bulan Ramadhan, kita bisa membuat semangat berbagi kita seperti bulan Ramadhan," kata Dony.
Meski mengajak partisipasi masyarakat, bukan berarti Sekolah Relawan lepas tangan dalam pengelolaan FoodBOX. Tim dari Sekolah Relawan, menurut dia, selalu rutin untuk mengontrol kondisi FoodBOX. "Kita cek FoodBOX yang ditempatkan di beberapa masjid mulai dari keamanan kotaknya, kebersihan hingga stok makanan yang berada di dalam FoodBOX," kata dia menjelaskan.
Menurut laporan tim yang mengecek, kini jenis makanan yang mengisi FoodBOX sudah bervariasi. Baik menu maupun donatur yang secara sadar mengisi kotak makanan tersebut terus tersedia paket makanan. "Alhamdulillah, sudah mulai ada donatur yang membawa makanan dan langsung mengisi ke dalam FoodBOX," ujarnya.
Saat ini ada tiga FoodBOX yang ditempatkan di Masjid sekitar Depok, yakni di Meruyung, Cinere, dan Masjid di Bogor. Ia terus mengajak masyarakat untuk ambil bagian dalam program kebaikan ini. "Yang berminat bisa gabung di grup untuk mendapatkan giliran sebulan sekali mengisi makanan di FoodBOX," kata Dony. Oleh Hafidz Muftisany