Selasa 29 Mar 2011 12:35 WIB

Indonesia Tawarkan Pasukan Perdamaian ke Libya

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Djibril Muhammad
Presiden SBY di Peringatan Hari Pers Nasional, Rabu.
Foto: Antara
Presiden SBY di Peringatan Hari Pers Nasional, Rabu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia menawarkan pasukan perdamaian untuk bertugas di Libya. Pasukan

perdamaian diperlukan setelah adanya gencatan senjata. Dalam situasi konflik, gencatan senjata membutuhkan supervisi dan pemantauan.

"Indonesia secara konsekuen dan konsisten, saya berinisiatif untuk menawarkan kontingen Indonesia menjadi bagian dari pasukan pemelihara perdamaian PBB yang sekarang ini masih digelar dan mengemban tugas di perbatasan Lebanon dan Israel," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Kantor Presiden, Selasa (29/3).

Presiden menambahkan dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB 1973, belum diatur secara eksplisit, nyata dan kuat perlunya Misi Penjaga Perdamaian. sementara, ketika gencatan senjata diberlakukan, maka hal itu harus diawasi dan dipantau.

"Dalam inter-state conflict yang terjadi di banyak negara, sering kita saksikan yang mengawasi genjatan senjata itu adalah peace keeping mission, peace keeping forces dan lazimnya di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa," kata Presiden.

Indonesia, lanjut SBY, terus melakukan langkah-langkah diplomasi untuk mencari solusi konflik Timur tengah dan Afrika utara. Dalam kesempatan itu, Presiden menyampaikan keprihatinan atas perkembangan di Timur Tengah dan Afrika Utara yang belum menggembirakan.

"Aksi-aksi kekerasan masih terus terjadi. Korban masih terus berjatuhan, terlebih korban pada penduduk sipil," kata Presiden didampingi Menlu Marty Natalegawa dan Menhan Purnomo Yusgiantoro.

Indonesia berpendapat, keadaan seperti ini tidak boleh dibiarkan dan harus ada langkah-langkah baru yang secara nyata dilakukan oleh masyarakat dunia, termasuk bangsa-bangsa atau negara-negara yang di dalam negerinya terjadi konflik sekarang ini. Presiden telah mengirim surat kepada Sekjen PBB Ban Ki Mon pada 24 Februari 2011.

Inti dari surat itu, Presiden mengusulkan dan menyerukan kepada PBB dan masyarakat internasional untuk segera mengambil langkah-langkah mengakhiri kekerasan dan menjaga keselamatan warga sipil. Hal yang sama dilakukan Presiden ketika perang Lebanon-Israel.

Implementasi dari resolusi Dewan Keamanan PBB 1973 yang kerap diangkat oleh media massa utamanya adalah no fly zone atau mengambil all necessary methods to protect the civilians. "Di dalam resolusi Dewan Keamanan PBB 1973, yang kurang diangkat barangkali juga tidak banyak diketahui, yaitu perlunya segera dilakukan genjatan senjata, the Immediate establishment of cease fire," kata Presiden.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement