Kamis 31 Mar 2011 12:51 WIB

DPR Mengaku Khawatir Jika Intelijen Menculik

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Djibril Muhammad
Intelijen, ilustrasi
Intelijen, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR Tb Hasanudin mengingatkan, draf RUU Intelejen Negara versi DPR yang telah disepakati semua fraksi tidak menginginkan intelijen memiliki kewenangan menangkap. Penangkapan selain oleh penegak hukum bisa menjadi tindakan penculikan.

"Kalau intelijen ingin menangkap, bekerja sama saja dengan penegak hukum, pakai KUHAP untuk menangkap," kata Hasanudin di Gedung DPR, Kamis (31/3). Dia menegaskan, intelijen tidak bisa melakukan penangkapan.

Jika pemerintah menganggap penangkapan melalui kerja sama dengan penegak hukum prosesnya lambat, maka itu yang harus diselesaikan pemerintah. "Proses yang lambat bukan karena undang-undangnya, tapi bagaimana pemerintah melakukan koordinasi," kata Hasanudin menegaskan.

Dia mengingatkan, polisi melalui satuan reserse juga bisa melakukan penangkapan, misalnya pada pelaku teror sebelum pelaku menjalankan aksinya. "Yang menangkap reserse, pakai saja KUHAP, pakai UU Antiteror," imbuh Hasanudin.

Kalau menangkap begitu saja tanpa alasan jelas dan tidak diketahui siapa yang menangkap, maka itu sama saja dengan penculikan, apalagi jika penangkapan itu dilakukan 7x24 jam. "Ini bukan masalah oposisi, koalisi, dan partai ya, draf RUU Intelijen ini sudah disahkan di paripurna komisi," kata dia.

Selain itu, Hasanudin juga mengkritisi soal keinginan pemerintah pada isu pengawasan. "Maunya pemerintah, BIN soal pengawasan sudah lah kepalanya saja diawasi," kata dia. Namum, DPR memilih adanya komisi khusus yang mengawasi intelijen. Itu penting agar tidak ada penyalahgunaan intelijen oleh penguasa.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement