REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian BUMN dan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) akhirnya sepakat untuk menyuntikkan dana Rp510 miliar sebagai penyertaan modal negara (PMN) ke maskapai PT Merpati Nusantara Airlines.
Nilai kesepakatan itu lebih kecil dari yang diajukan Merpati sebesar Rp600 miliar.
"Setelah melalui pembahasan cukup panjang maka disepakati angka PMN sebesar Rp510 miliar," kata Direktur Utama Merpati Sardjono Johny Tjitrokusumo di Kantor Kementerian BUMN di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, suntikan dana tersebut sudah disesuaikan dengan rencana bisnis Merpati yang disampaikan kepada pemerintah. "Kami minta sebesar itu (Rp600 miliar), namun yang disepakati PPA sebesar Rp510 miliar," ujarnya.
Sebelumnya perusahaan penerbangan "plat merah" ini pada tahun 2009 sudah mendapat suntikan dana sebesesar Rp300 miliar melalui PPA..
Sementara Menteri BUMN Mustafa Abubakar mengatakan, kesepakatan suntikan dana kepada Merpati dilakukan setelah rencana bisnis Merpati mencapai tahap finalisasi.
Mustafa mengatakan, untuk menyelamatkan Merpati, Kementerian BUMN meminta bantuan pemikiran dari mantan menteri perhubungan Jusman Syafii Djamal sebagai pihak yang netral dan memiliki keahlian dalam hal penyelamatan perusahaan penerbangan.
Ia mengatakan, setelah mendapat restu penyelamatan dari pemegang saham dan PPA untuk selanjutnya disampaikan kepada Kementerian Keuangan meminta persetujuan pendanaan yang bersumber dari APBN.
"Setelah itu akan dibahas dengan DPR untuk pengesahan penggunaan dana APBN. Kita berharap pada kuartal II 2011 sudah, restrukturisasi Merpati sudah berjalan," ujarnya.
Menurut Jhony, dana restrukturisasi Rp510 miliar akan digunakan antara lain untuk memenuhi modal kerja, pada tahun 2011 antara lain merevitalisasi pesawat, dan pengadaan pesawat baru.
Berdasarkan data Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR dengan Merpati, biaya perawatan pesawat sebesar Rp291,009 miliar, penambahan enam unit pesawat meliputi tiga unit B-735, dua unit B-734, satu unit B-733 dan termasuk pengadaan 15 unit pesawat MA-60 yang sudah didatangkan sejak akhir 2010 mencapai Rp80,568 miliar.
Termasuk untuk peningkatan sistem teknologi informasi meliputi sistem reservasi, sistem akutansi, sistem keuangan.
"Pada sejumlah pos keuangan kita lakukan efisiensi. Termasuk menunda sementara investasi pada layanan Merpati Maintenance Facilities (MMF), dan Merpati Training Center (MTC)," ujarnya.
Jhony yang juga merupakan mantan pilot pada maskapai Ettihad tersebut memperkirakan dengan suntikan dana tersebut, kinerja keuangan yang tercermin dari arus kas perseroan pada 2011 akan menjadi positif.
"Jika pada tahun 2010 laba operasi Merpati hanya sebesar Rp234 juta, maka pada tahun 2011 dalam RKAP (rencana kerja anggaran perusahaan--red) laba operasional akan melonjak menjadi Rp312 miliar," ujarnya.
Optimisme pertumbuhan laba operasional, selain diperoleh dari hasl efisiensi juga didapat dari hasil penambahan jumlah rute penerbangan, katanya.
"Seiring dengan penambahan pesawat maka Merpati pada tahun ini (2011) menambah sebanyak 18 rute baru sehingga berjumlah 102 rute," katanya.
Selain itu, perusahaan yang sekarang berkantor pusat di Makassar ini juga dapat menurunkan utang kepada pihak ke tiga.
Hingga saat ini total utang Merpati mencapai Rp1,9 triliun, dengan 50 persennya adalah utang leasing pesawat, dan utang kepada pemerintah seperti kepada PT Pertamina dalam bentuk utang bahan bakar, utang kepada PT Angkasa Pura, utang kepada PPA dan PT Jasindo.
Meski demikian Johny tidak merinci besaran utang kepada masing-masing kreditur tersebut.
Ia hanya menjelaskan beban kewajiban kepada pihak swasta akan dikurangan melalui upaya program pengurangan utang, sedangkan utang kepada pemerintah akan diupayakan dengan pengajuan dalam bentuk PMN.