REPUBLIKA.CO.ID, Wakil Komandan operasi NATO di Libya mengatakan pihaknya tidak akan meminta maaf terkait 'ulah' dua pesawat jet tempurnya yang mengakibatkan dua pemberontak tewas di luar kota Brega. Laksamana Muda Russell Harding mengatakan dalam konferensi persnya Kamis (7/4) bahwa situasi ketika itu sangat cair, ketika para pesawat melancarkan serangannya yang pertama.
Ia menjelaskan, tank-tank telah berpindah ke arah yang berbeda dan itu sangat sulit untuk membedakan atau melihat dengan jelas siapa yang mengoperasikan tank-tank tersebut. "Hingga saat ini, kita tidak dapat melihat TNC (Dewan Transisi Nasional) mengoperasikan tank-tank," kilahnya.
Komandan Pemberontak Libya, Jenderal Abdelfatah Yunis mengatakan di Benghazi empat warga tewas - dua pemberontak dan dua lainnya adalah medis -- terbunuh dalam serangan tersebut. Sementara 14 warga lainnya mengalami luka-luka dan enam lainnya belum diketahui keberadaannya.
Ia mengatakan, kalau itu penembakan pertemanan, "yang dilakukan kesalahan oleh NATO." Ia menambahkan para pemberontak telah menginformasikan ke NATO bahwa mereka telah bergerak T55 dan T72 dengan menggunakan tank dari Benghazi ke Brega.
Ia mengungkapkan, para pemberontak masih memiliki sekitar 400 tank dan akan mendapatkannya kembali. Para pemberontak dan warga sipil telah melarikan diri dari timur kota Ajdabiya pada Kamis (7/4) usai penyerangan udara.
Televisi pemerintah Libya mengatakan bahwa pasukan yang setia kepada pemimpin Muammar Gaddafi telah memasuki Ajdabiya, tetapi warga mengatakan mereka tidak melihat tanda-tanda mereka. NATO mengambil komando operasi udara minggu lalu setelah serangan udara Amerika, Inggris dan Perancis untuk menghentikan kekuatan Gaddafi maju di Benghazi.