REPUBLIKA.CO.ID,ZAHEDAN--Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad kembali menyinggung Iranphobia yang gencar dilancarkan kekuatan arogan dunia. Menurutnya, strategi ini sudah usang dan tidak efektif. Ahmadinejad mengingatkan bahwa bangsa-bangsa dunia saat ini telah sadar dan telah menemukan jati dirinya. Mereka tidak lagi tunduk pada kezaliman dan lebih memilih bangkit menentang setiap sikap hegemoni kekuatan besar dunia yang dipaksakan.
Ahmadinejad juga menyinggung arogansi musuh terhadap Republik Islam Iran dan menandaskan, strategi musuh tidak akan mampu membendung laju kemajuan yang dicapai bangsa Iran. Hal ini dinyatakan Ahmadinejad dalam sebuah acara televisi saat berada di Zahedan, Provinsi Sistan Baluchistan di Iran tenggara.
Dalam pernyataannya, Ahmadinejad juga mengingatkan intervensi Amerika Serikat di kawasan dan dunia. Amerika bukan sahabat negara manapun, Washington hanya bersedia menunjukkan sikap persahabatannya saat kepentingannya menuntut.
Pernyataan Ahmadinejad ini menunjukkan bahwa revolusi yang tengah berlangsung di wilayah Afrika Utara dan dunia Arab merupakan transformasi besar bagi nasib bangsa di kawasan. Di sisi lain, fenomena ini mengkhawatirkan Amerika Serikat dan sekutunya. Dalam hal ini, AS menuding Iran sebagai kambing hitam dan bersama kroninya gencar mempropagandakan Teheran di balik semua kejadian di negara Arab, Mereka berusaha menarik opini publik ke Iran dan meredam aksi revolusi rakyat di kawasan. Iranphobia yang dilancarkan AS berubah menjadi isu perang Sunni-Syiah di kawasan.
Dengan demikian Washington berusaha mencitrakan bahwa yang tengah terjadi di kawasan khususnya di Bahrain adalah perang antar mazhab. Padahal apa yang terjadi di kawasan adalah murni kebangkitan rakyat yang telah lelah dari penindasan penguasa despotik serta intervensi bertahun-tahun Amerika Serikat.
Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa kebangkitan rakyat ini sulit untuk dipadamkan sebelum tuntutan mereka dipenuhi, mengingat arus revolusi ini berbasis massa yang marah terhadap pemerintah. Kekerasan pun jika diterapkan tidak akan membawa hasil. Satu-satunya jalan adalah pemerintah setempat bersedia memenuhi tuntutan rakyat.
Lawatan terbaru Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Robert Gates ke kawasan dan pesannya kepada sejumlah pemimpin negara Arab dalam menyikapi krisis di Bahrain dan Yaman serta lampu hijau yang diberikannya kepada Arab Saudi untuk mengagresi Manama menunjukkan kekhawatiran besar Washington. Di sisi lain, AS juga berusaha memanfaatkan krisis di kawasan untuk melanggengkan posisinya di negara-negara Arab.
Kebijakan ini mengindikasikan kekalutan AS akan berakhirnya hegemoninya di negara kaya minyak Arab. Sepanjang sejarah AS terkenal sebagai negara arogan yang tak segan-segan mengintervensi negara lain demi kepentingan ilegalnya. Washington pun siap mencabik-cabik perekonomian dunia demi mempertahankan kepentingannya. Namun demikian yang pasti adalah kebangkitan rakyat di kawasan menjadi batu sandungan bagi kepentingan AS.