REPUBLIKA.CO.ID,GAZA--Sebuah kelompok gerilyawan di Jalur Gaza yang bersekutu dengan Al Qaida, Kamis mengancam akan mengeksekusi seorang warga Italia yang meraka culik dan baru mereka tahan dalam beberapa jam, kecuali Hamas membebaskan pemimpim kelompok itu.
Sebagian teks ancaman yang kelompok itu siarkan di You Tube Kamis mengatakan orang yang mereka tahan tersebut, Vittorio Arrigoni, akan dibunuh pada Jumat pukul 17 waktu setempat (14.00 GMT atau sekitar pukul 21.00 WIB), kecuali gerakan Islam Hamas membebaskan Hesham al-Sa'eedni, yang mereka tahan bulan lalu.
"Jika tuntutan kami tidak mereka penuhi dalam 30 jam mulai dari pukul 11 waktu setempat 14-4-2011, tahanan itu akan dieksekusi ketika periode waktu tersebut berakhir," kata naskah dalam klip video itu.
Arrigoni, seorang blogger dan pencinta damai Italia, telah tinggal di Gaza selama beberapa waktu. Ia telah diperlihatkan dengan mata ditutup kain, dengan darah di sekitar mata kanannya dan sebuah tangan dapat dilihat menarik kepalanya dengan rambutnya untuk menghadap ke kamera.
Seorang juru bicara kementetian dalam negeri Hamas di Kota Gaza menyatakan mereka sedang menyelidiki penculikan itu.
Tidak jelas kapan Arrigoni diculik atau di mana ia ditahan, tapi seorang diplomat Italia yang bertugas di wilayah itu memastikan pada Reuters bahwa ia telah diculik. Teks berbahasa Arab yang menyertai gambar Arrigoni juga mengatakan "sandera Italia itu masuk daratan kita hanya untuk menyebarkan korupsi" dan mereka melukiskan Italia sebagai "negara kafir".
Arrigoni adalah warga asing pertama yang diculik di Jalur Gaza sejak wartawan BBC Alan Johnston, yang ditahan selama 114 hari oleh kelompok marga yang diilhami Al Qaida yang disebut Militer Islam. Ia dibebaskan pada 2007.
Arrigoni datang ke Jalur Gaza naik sebuah kapal yang membawa bantuan kemanusiaan pada 2008 yang Israel, yang menerapkan blokade terhadap wilayah pesisir kecil itu, perbolehkan masuk ke pelabuhan Gaza. Hamas, yang pada masa lalu membantah kehadiran Al Qaida di Gaza, telah berupaya agar kelompok Islam garis keras lainnya tetap diawasi menyusul serangan Israel yang menghancurkan pada 2009.