REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Satu kelompok hak asasi manusia yang berpusat di AS menuduh pasukan pro-Qaddafi menggunakan bom tandan di kota yang dikuasai pemberontak, Misrata, sehingga membahayakan warga sipil, tapi pemerintah Libya membantahnya. "Saya menantang mereka untuk membuktikannya," kata jurubicara pemerintah Mussa Ibrahim kepada wartawan di ibu kota Libya, Tripoli.
Human Rights Watch (HRW) mengatakan dalam satu pernyataan pasukan pemerintah telah menembakkan bom tandan ke dalam daerah permukiman di bagian barat Misrata, "sehigga menimbulkan bahaya besar terhadap warga sipil".
HRW menyatakan kelompok tersebut telah mengamati sedikitnya tiga bom tandan meledak di permukiman pantai kota itu, esh-Shawahda pada malam 14 April. "Para peneliti memeriksa sisa amunisi tandan dan mewawancarai beberapa saksi mata mengenai dua lagi serangan yang diduga melibatkan bom tandan," kata HRW di jejaringnya.
Steve Goose, Direktur Divisi Persenjataan Human Rights Watch, mengatakan, "Mengejutkan bahwa Libya menggunakan senjata ini."
"Senjata ini menimbulkan resiko besar bagi warga sipil, baik selama serangan akibat sifatnya yang membabi-buat dan sesudahnya karena amunisi tak meledak yang masih berbahaya dan tercecer," katanya.
Human Rights Watch menyatakan bom tandan itu adalah proyektil mortir MAT-120 120Mm buatan Spanyol, yang katanya membuka di udara dan meluncurkan 21 amunisi ke satu wilayah yang luas.
HRW menyatakan kelompok tersebut belum bisa memastikan apakah warga sipil di Misrata telah cedera atau tewas oleh amunisi semacam itu.
Juru bicara pemberontak di Misrata, daerah kantung utama terakhir pemberontak di Libya barat, juga mengatakan bom tandan telah digunakan oleh pasukan pro-pemerintah di sana.
Namun Ibrahim, jurubicara pemerintah, membantah semua tuduhan tersebut.