REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Sebuah pengadilan Mesir pada Sabtu (16/4) memerintahkan pembubaran partai politik mantan presiden Hosni Mubarak. Pembubaran itu sekaligus mengabulkan salah satu tuntutan para pengunjuk rasa yang mengakhiri 30 tahun pemerintahannya.
Pengadilan Tinggi Kairo juga memerintahkan likuidasi terhadap aset Partai Nasional Demokrati (NDP). Dana tersebut juga harus dikembalikan ke negara.
Ayman Nour, seorang tokoh oposisi anti-Mubarak kepada wartawan mengatakan pihaknya menyambut baik atas keputusan pengadilan tersebut. "Putusan pengadilan itu sesuai dengan tuntutan Revolusi 25 Januari," kata Ayman berapi-api yang disambut tepuk tangan sejumlah pendukungnya.
Kantor pusat NDP di pusat Kairo hangus dibakar masa pada 28 Januari, saat satu juta pengunjuk rasa turun ke jalan seusai shalat Jumat menuntut pemerintah mengundurkan diri. Para pendukung partai NDP dianggap bertanggung jawab atas beberapa tindakan brutal selama demonstrasi berlangsung.
Mubarak mengundurkan diri pada 11 Februari setelah 18 hari aksi unjuk rasa hebat di ibu kota Kairo dan di seantero Mesir yang menewaskan sekitar 650 orang.
Orang kuat Mesir itu mewarisi NDP yang dibentuk pendahulunya, Anwar Saddat, selalu meraih kemenangan mutlak dalam pemilihan umum (pemilu) sepanjang 30 tahun kekuasaan Mubarak. Pemilihan parlemen pada November tahun lalu, misalnya, NDP menyapu bersih hampir semua kursi parlemen, 93 persen.
Ikhwanul Muslimin, oposisi utama yang menggerakkan Revolusi 25 Januari, hanya memperoleh satu kursi, padahal pada pemilu 2005, kelompok itu meraih 88 kursi atau 20 persen suara. Beberapa partai oposisi memboikot pemilu tersebut karena menduga kuat NDP melakukan kecurangan besar-besaran.
Menjelang dan setelah mundurnya Presiden Mubarak, NDP pun mengalami kegoncangan hebat dan sempat gonta ganti pimpinan. Dalam masa gonjang-ganjing itu, Hossam Badrawi sempat memimpin NDP, namun kemudian ia mengundurkan diri dan berkeinginan mendirikan partai baru.