REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- DPR RI meminta kepada Pemerintah Australia untuk segera mencabut "travel warning" terhadap Indonesia karena hal ini akan menjadi penghambat dalam perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA) yang sedang dirundingkan kedua negara.
Ketua Komisi VI DPR RI Airlangga Hartarto mengatakan itu ketika menerima Menteri Perdagangan Australia Craig Emerson beserta rombongan di ruang rapat pimpinan DPR RI, di Jakarta, Rabu. "Karena adanya 'travel warning' sehingga mahasiswa dan pelajar Australia tidak bisa menjalani pendidikan di Indonesia," kata Airlangga Hartarto.
Menurut dia, jika Pemerintan Australia tidak segera mencabut "travel warning" maka akan merugikan Indonesia maupun Australia sekaligus menjadi penghambat perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif atau "Comprehensive Economic Partnership Agreement" (CEPA) yang sedang dirundingkan kedua negara.
Kerugian bagi Indonesia, kata dia, karena mahasiswa dan pelajar Australia tidak bisa menjalani pendidikan di Indonesia sehingga tidak ada pemasukan negara dari sektor ini.
Sebaliknya, mahasiswa dan pelajar Indonesia yang menempuh pendidikan di Australia sekitar 14.000 orang per tahun dan dan membelanjakan untuk kebutuhan hidupnya sekitar Rp15.000 dolar AS per tahun.
Kerugian lainnya, kata dia, sebelum diberlakukannya "travel warning" banyak mahasiswa dan pelajar Australia menjalani pendidikan di Indonesia dan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua setelah bahasa Inggris. "Dengan larangan tersebut maka minat warga negara Australia untuk belajar bahasa Indonesia menurun drastis," katanya.
Menurut Airlangga, pada kesempatan tersebut Menteri Perdagangan Australia, Craig Emerson, menyatakan akan memperhatikan permintaan tersebut untuk dibahas oleh Pemerintah Australia. Menteri Perdagangan Australia Craig Emerson berkunjung Indonesia untuk melakukan pembicaraan dengan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Mari Elka Pangestu serta berdialog dengan pimpinan Komisi VI DPR RI yang membidangi perdagangan, di Jakarta, Rabu.