REPUBLIKA.CO.ID,TEHERAN--Iran dan Irak telah menandatangani sebuah kesepakatan untuk mengekstradisi "narapidana dan penjahat buruan kedua negara itu, menurut laporan laman internet televisi pemerintah dan sejumlah surat kabar, Senin. Menteri Kehakiman Iran Morteza Bakhtiari dan Menteri Kehakiman Irak Hassan al-Shammari menandatangani kesepakatan itu pada Minggu malam, menurut suratkabar Aftab-e Yazd.
Penandatanganan itu berdekatan dengan waktu penyergapan mematikan pasukan keamanan Irak terhadap Kamp Ashraf pada 8 April lalu, yang dibangun pada era 1980an dan ditempati oleh sekitar 3.500 anggota kelompok oposisi bersenjata Iran, Mujahidin Rakyat Iran, serta anggota keluarga mereka. Penyergapan di dekat perbatasan Iran itu menewaskan 34 anggota kelompok tersebut, yang bertempur di sisi pasukan Irak dalam Perang Iran-Irak pada 1980-1988 dan tercatat sebagai kelompok teroris versi pemerintah Amerika Serikat.
Kepala Kejaksaan Iran Ayatollah Sadeq Larijani, yang menyaksikan penandatanganan, memuji langkah pemerintah Irak terhadap kelompok mujahidin tersebut, tulis laman internet televisi itu. Namun Larijani tidak merinci apakah Iran akan menggunakan kesepakatan itu untuk meminta Irak mengekstradisi para anggota kelompok Mujahidin.
Menteri Kehakiman Irak yang dikutip kantor berita IRNA mengatakan Baghdad telah berupaya untuk mengusir kelompok tersebut dari kamp. Pada 11 April lalu, pemerintah mengumumkan anggota kelompok terlarang itu harus meninggalkan Irak sebelum akhir tahun ini.
Kamp Ashraf telah menjadi masalah bagi pemerintah Irak sejak pasukan Amerika serikat menyerahkan pengawasan keamanan terhadap kamp tersebut pada Januari 2009, serta di tengah tekanan dari Teheran untuk menyerahkan anggota kelompok milisi tersebut. Kelompok milisi Islam sayap kiri itu didirikan pada 1965 untuk menentang penguasa Iran pada kala itu, namun jatuh seiring rezim imam di Teheran merengkuh kekuasaan pada 1979 lewat Revolusi Islam Iran.