REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA-- Sosiolog Islam dari Surabaya, Nur Syam, mengusulkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tentang Antikekerasan Beragama untuk menangkal doktrinisasi ala Negara Islam Indonesia (NII) dan kelompok radikal lainnya.
"Negara tidak boleh gagal melawan radikalisme, karena itu pemerintah perlu mengeluarkan SK Presiden atau Peraturan Pemerintah (PP) tentang Antikekerasan Beragama, tapi untuk sementara terbitkan dulu Perppu," kataa dia, Jumat.
Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya itu mengemukakan hal itu ketika ditanya tentang penyebab maraknya NII dan radikalisasi di Indonesia dan sejumlah negara serta cara untuk menangkalnya agar tidak mengguncang Negara Kesatuan RI (NKRI).
Ia menilai pemerintah sudah memiliki aturan berupa PNPS 1965 atau yang terbaru adalah SKB Ahmadiyah, namun penanganan kekerasan bernuansa agama sudah tidak mungkin ditangkal secara parsial, karena itu perlu adanya peraturan yang menjadi "payung" hukum dari semua peraturan itu.
"NII atau radikalisasi lainnya muncul dengan memanfaatkan momentum keterbukaan, demokrasi, HAM, dan globalisasi, sehingga kelompok fundamental dan liberalis pun berkembang subur, padahal bila tidak diantisipasi sejak dini akan mempertaruhkan NKRI untuk NII, khilafah, dan sejenisnya," katanya.
Namun, katanya, Perppu saja memang tidak cukup, melainkan perlu solusi lain yang dikembangkan secara bersamaan yakni yuridis (Perppu), struktural, dan kultural. "Penyebab radikalisasi secara struktural adalah ketimpangan dan kemiskinan yang mendorong utopia tentang penyelesaian dengan Negara Islam atau khilafah dengan anggapan bahwa NKRI adalah 'thogut' atau berhala yang tidak menyejahterakan rakyat," katanya.
Untuk penyebab radikalisasi secara kultural adalah munculnya ideologi baru yang dianggap benar, tapi tidak dapat ditangkal dengan alasan keterbukaan, sehingga perlu pendekatan tokoh-tokoh agama kepada generasi muda secara berkesinambungan.