REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Masa aan maning (peringatan hakim) kepada tergugat perkara susu formula berbakteri selesai Kamis besok. Selanjutnya, penggugat akan mendaftarkan sita eksekusi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena tergugat tidak melaksanakan putusan hakim.
Jaksa Pengacara Negara, Cahyaning Nurhayati selaku kuasa hukum pemerintah mengungkapkan besok adalah hari ke delapan masa aan maning. Meski demikian, Cahyaning mengaku sikapnya masih sama seperti ketika aan maning mulai berlaku pada Selasa (26/4) lalu.
Cahyaning mengatakan baik menteri kesehatan maupun Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat melaksanakan putusan kasasi Mahkamah Agung. Sebab, mereka tidak mempunyai data hasil penelitian yang dilakukan pada 2006 itu.
"Kami sangat menghargai putusan MA. Kami bukannya tidak mematuhi tetapi kami tidak dapat melaksanakan putusan tersebut," ungkap Cahyaning saat dihubungi Republika, Rabu (4/5). Terkait upaya peninjauan kembali terhadap kasasi MA, Cahyaning menjelaskan masih melakukan kajian dan mengumpulkan bukti-bukti.
Ia pun mengungkapkan merupakan hal yang berbeda antara aan maning dengan PK. Aan maning, tuturnya, merupakan wewenang hakim yang sebelumnya diajukan penggugat. Sementara PK, ujarnya, merupakan upaya hukum terakhir yang dilakukan tergugat setelah adanya putusan kasasi. Itu pun, jelasnya, harus dengan bukti baru.
Penggugat perkara susu formula berbakteri, David Tobing, menyayangkan sikap para tergugat yang menolak putusan pengadilan hingga masa aan maning habis. "Kalau di luar negeri dapat hukuman paksa badan. Sudah bisa ditangkap karena jelas-jelas melawan putusan, melanggar hukum,"tegas David saat dihubungi Republika, Rabu (4/5).
Setelah ini, David mengaku akan mendaftarkan upaya sita eksekusi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. David pun memilih hari Senin (10/5) pekan depan sebagai waktu pendaftaran. Menurut David, untuk masalah perdata biasanya pengadilan akan mencatat dulu dokumen apa yang akan disita. Pencatatan itu, tuturnya, agar dokumen tidak dipindahtangankan tergugat sebelum disita oleh pengadilan.
Kalau pun pengadilan mengatakan tidak dapat menyita dokumen, David mengungkapkan Mahkamah Agung harus mencari solusi bagaimana hasil penelitian Institut Pertanian Bogor itu diumumkan. Jika tidak, ungkapnya, itu akan membuat citra buruk bagi lembaga peradilan. Masyarakat, lanjutnya, dapat menjadikan perkara susu formula sebagai dasar untuk melawan putusan pengadilan. David menegaskan akan menolak tawaran ganti rugi yang akan diajukan pengadilan. "Ya bukan segampang itu, saya gak mau ganti rugi. Ini bukan masalah uang," katanya menegaskan.
Pekan lalu, Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Suwidya, menilai sita eksekusi lebih memungkinkan dilakukan untuk perkara pengumuman susu formula berbakteri. Menurutnya, secara normatif sita ekseksi dapat dilakukan meski tergantung kondisi di lapangan.
Meski demikian, Suwidya menjelaskan Ketua PN Jakarta Pusat, Syahrial Sidik, sudah mengungkapkan akan menunggu apa maunya pemenang eksekusi usai jeda waktu aan maning (peringatan pengadilan) selama delapan hari ini. Menurutnya, pihak penggugat dapat meminta pengganti berupa uang jika putusan tersebut tidak dapat dilakukan.