REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL - Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh rezim Suriah melakukan "kekejaman" terhadap demonstran anti-pemerintah. "Saya berbicara dengan Presiden Assad empat atau lima hari yang lalu... Tapi mereka meremehkan situasi yang ada," kata Erdogan, Jumat (10/6).
"Sayangnya, mereka tidak manusiawi," imbuh Erdogan, menggambarkan tindakan aparat keamanan Suriah yang membunuh kaum wanita.
Menurut Erdogan, perlakuan keras dan brutal terhadap para demonstran tidak bisa diterima. Ia meminta Dewan Keamanan (DK) PBB mengambil tindakan "yang diperlukan". "Setelah semua yang terjadi kini, kita tidak bisa memaksa diri (membela) Suriah," ujarnya.
Walau Assad termasuk teman dekatnya, namun Erdogan mendesak sobatnya itu agar memulai reformasi, bukan untuk lengser. Ia tidak meminta Assad mengundurkan diri. Erdogan juga menegaskan negaranya akan tetap membuka pintu untuk para pengungsi dari Suriah. Namun ia mempertanyakan, "Seberapa jauh kondisi ini berlanjut?"
Jumlah warga Suriah yang telah melarikan diri ke Turki karena khawatir dengan pertumpahan darah di negara mereka, meningkat menjadi 2.500 orang, Kamis (9/6) kemarin. Demikian dikatakan Menteri Luar Negeri Turki, Ahmet Davutoglu. Sementara kantor berita Anatolia melaporkan, pada hari yang sama, sekitar 495 pengungsi lain tiba di kota Karbeyaz di perbatasan Provinsi Hatay.
Kedatangan pengungsi meningkat tajam sejak awal pekan ini, sebagian besar melarikan diri dari kota Jisr Al-Shughur, sekitar 40 kilometer dari perbatasan Turki. Wilayah ini kian tegang setelah pemerintah Damaskus menuduh demonstran telah membunuh 120 orang polisi.