REPUBLIKA.CO.ID, CIKARANG-- Keluarga almarhumah Ruyati binti Satubi (54), menilai eksekusi hukuman pancung oleh pemerintah Arab Saudi, pada Sabtu (18/6), tidak sepatutnya terjadi bila vonis direspon advokasi Pemerintah Indonesia.
Hal itu diungkapkan salah satu anak kandung almarhumah, Evi (32), di rumah duka Jalan Raya Sukatani, Kampung Serengseng Jaya, RT01 RW03, Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Ahad.
"Sebelum kasus itu terjadi, majikan almarhumah bernama Ipat asal Arab Saudi sering memperlakukan hal-hal yang tidak wajar. Mulai dari pemukulan, pelemparan, dan penendangan hingga menimbulkan patah tulang pada bagian kaki almarhumah dan tidak ada pihak yang peduli," katanya.
Informasi itu, kata dia, diperoleh dari teman seprofesi almarhumah bernama Warni bahwa ibunya kerap diperlakukan dengan tidak wajar oleh ibu majikan selama bekerja sejak Januari 2009. Evi menambahkan, pada komunikasi terakhirnya bersama almarhumah pada Desember 2010, pihak keluarga sudah meminta almarhumah untuk segera pulang ke Indonesia. Sebab, bekerja di Arab Saudi banyak terjadi pelanggaran penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Indonesia.
"Bila hal ini dipertimbangkan hakim dan mendapat bantuan pemerintah seharusnya tidak perlu ada vonis itu," katanya. Namun demikian, pihak keluarga meminta kepada Kementerian Luar Negeri, Migran Ketenagakerjaan serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk memproses kepulangan almarhumah ke Tanah Air agar dimakamkan di Kampung Ceger, Desa Suka Darma, Kecamatan Sukatani.
"Kami harap mereka juga memberikan kekurangan gaji yang belum dibayarkan selama tujuh bulan," kata Evi. Almarhumah Ruyati binti Satubi berangkat melalui penyalur tenaga kerja PT Dasa Graha Utama yang berlokasi di wilayah Pondok Gede, Kota Bekasi.
Sementara, pengiriman TKI itu langsung dari PT Dasa Graha Utama yang berada di Gambir, Jakarta Pusat. Untuk ketiga kalinya, Ruyati menjadi seorang TKI untuk memenuhi kebutuhan keluarganya setelah bercerai dari suaminya.