REPUBLIKA.CO.ID, Dia telah masuk Islam sejak dulu dan ikut hijrah bersama Rasulullah SAW ke Madinah. Kemudian Rasulullah meminangnya untuk dinikahkan dengan Zaid bin Haritsah, anak angkat beliau.
Zainab berkata, "Wahai Rasulullah, saya masih belum yakin dirinya untuk diriku, sedangkan diriku adalah seorang janda Quraisy."
Beliau berkata, "Sungguh aku telah meridhainya untuk dirimu." Kemudian Zaid bin Haritsah menikahinya.
Suatu ketika, Rasulullah SAW datang mengunjungi rumah Zaid. Namun beliau tidak menemukan Zaid di rumahnya. Zainab, istri Zaid, datang menyambut Rasulullah untuk menghormatinya. Namun Rasulullah menolak untuk masuk ke dalam rumah.
Zainab berkata, "Dia sedang tidak ada di sini wahai Rasul, masuklah sejenak!"
Tapi Rasulullah SAW tetap menolak tawaran Zainab untuk masuk ke dalam rumah. Ketika Zaid tiba, istrinya memberi tahu tentang kedatangan Rasulullah ke rumah mereka.
"Tidakkah kau mempersilakan Rasulullah untuk masuk ke dalam?" kata Zaid.
"Aku sudah menawarkan padanya untuk masuk, tetapi beliau tetap menolak," jawab Zainab.
Pernikahan Zaid dan Zainab tidak berlangsung lama. Hubungan suami istri antara keduanya kurang harmonis. Zaid kerap mengadukan masalah rumah tangga yang ia hadapi kepada Rasulullah. Bahkan ia meminta izin kepada Nabi SAW hendak menceraikan Zainab.
Rasulullah berpesan. "Jaga baik-baik istrimu, jangan diceraikan. Hendaklah engkau takut kepada Allah!"
Akan tetapi Zaid tidak kuat bertahan dalam biduk rumah tangga yang ia bangun bersama Zainab, ia pun menceraikan istrinya.
Tak lama kemudian turunlah firman Allah: "Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi." (QS Al-Ahzab: 37)
Dan setelah masa iddah Zainab berakhir, Rasulullah SAW berkata pada Zaid, "Pergilah dan pinanglah dia untuk diriku!"
Kemudian Zaid pergi menemui bekas istrinya. "Rasulullah mengirimku untuk meminang dirimu," katanya.
Zainab berkata, "Aku tidak melakukan apa-apa hingga Tuhanku memerintahkan sesuatu."
Dan sungguh Al-Quran telah memerintahkan Rasulullah untuk menikahi dirinya. Rasulullah kemudian menikahi Zainab dan memberinya sedekah sebesar 400 dirham.
Zainab pernah berkata, "Demi Allah, sungguh aku bukan seperti para istri Rasulullah SAW. Sesungguhnya mereka istri yang diberi mahar dan para suami mereka dulunya adalah para kekasih. Dan Allah menikahkan diriku dengan Rasul-Nya, dan hal itu termaktub dalam Al-Qur'an yang akan dibaca oleh setiap Muslim yang tidak dapat diganti dan tidak pula dapat dirubah."
Zainab meriwayatkan sekitar 11 hadits dari Rasulullah SAW. Beberapa orang juga meriwayatkan darinya, di antara mereka adalah Ummu Habibah binti Abu Sufyan, keponakannya (Muhammad bin Jahsy), Zainab binti Abu Salamah, Kultsum bin Mushtalaq dan beberapa orang lainnya.
Zainab adalah seorang yang pandai menggunakan keahlian tangan. Dia menyamak kulit dan menjual apa yang telah dibuatnya, kemudian memberi sedekah pada fakir miskin.
Aisyah pernah berkata, "Rasulullah SAW berkata, kalian yang paling cepat bergabung denganku adalah yang paling panjang tangannya (bisa bekerja). Zainab adalah orang yang paling panjang tangannya, karena itu dia bekerja dengan tangannya dan kemudian dia memberi sedekah dari hasil pekerjaannya itu."
Dalil paling kuat yang menunjukkan kebiasaan Zainab memberikan sebagian hartanya pada fakir miskin dan sikap zuhudnya adalah apa yang dikatakan oleh Barzah binti Rafi’.
Ketika jatah pembagian harta keluar, Umar mengirimkannya pada Zainab binti Jahsy bagian harta yang menjadi miliknya. Ketika dia mengunjunginya, Zainab berkata, "Semoga Allah mengampuni Umar bin Al-Khathab. Sebenarnya saudara-saudaraku (sesama istri Nabi SAW) lebih berhak mendapatkan bagian harta ini dari pada diriku."
Para utusan berkata, "Tapi, semua ini untukmu wahai Zainab."
"Subhanallah," kata Zainab. Kemudian mengambil secarik kain dan mengantongi sebagian harta tersebut lalu berkata, "Berikanlah padanya (Barzah binti Rafi’) sekantung dirham ini!"
Kemudian Zainab berkata pada Barzah, "Ulurkan dan masukkan tanganmu dalam kantung ini, lalu ambillah segenggam dari dalamnya. Dan pergilah kau menuju Bani Fulan dan Bani Fulan, yang masih mempunyai kerabat dengannya, dan beberapa anak yatim. Bagilah harta tersebut kepada mereka!"
Kemudian Barzah berkata pada Zainab, "Semoga Allah mengampuni anda, wahai Ummul Mukminin. Demi Allah, kami juga merasa berhak dengan harta tersebut."
Zainab berkata, "Ya, bagian kalian yang ada di bawah kantung."
Barzah mendapatkan di bawahnya 580 dirham. Zainab kemudian mengangkat tangannya ke langit, dan berkata, "Ya Allah, jatah pembagian harta dari Umar tidak akan lagi menemui diriku pada tahun ini."
Zainab binti Jahsy wafat pada masa pemerintahan Umar bin Al-Khathab, dalam usia 53 tahun. Jasadnya dibawa dalam keranda mayat, dan pada saat itulah dirinya menjadi orang yang pertama kali dibawa dalam keranda mayat.
Ketika Umar melihat keranda mayat itu, dia berkata, "Benar, ini adalah tenda bagi istri Nabi."
Setelah mendengar berita kematian Zainab, Aisyah menangis dan berdoa agar Allah memberi kasih sayang padanya. "Zainab adalah orang yang mempunyai derajat tinggi di atas diriku, di antara para istri Nabi lainnya di mata Rasulullah SAW. Dan aku tidak melihat seorang perempuan pun yang lebih baik darinya dalam perilaku agamanya, yang lebih suci, dan lebih takwa pada Allah. Ia wanita paling jujur dalam tutur kata, paling rajin menyambung tali silaturrahmi, paling banyak bersedekah, paling keras berusaha, dan paling giat mendekatkan diri pada Allah," kata Aisyah.