Jumat 24 Jun 2011 06:39 WIB

Pembelot Bilang Qaddafi akan Tinggalkan Libya, Eh Kolonel Itu Malah Ingin Perang Hingga Ajal

Qaddafi
Qaddafi

REPUBLIKA.CO.ID,ROMA--Seorang mantan menteri luar negeri Libya yang membelot ke oposisi memperkirakan, Kamis, Muammar Qaddafi akan meninggalkan Libya dalam beberapa pekan ini karena menyadari ia tidak bisa lagi tinggal di negara itu. Abdurrahaman Shalgam, salah satu pembelot tingkat tinggi Libya, mengatakan kepada televisi Corriere della Sera, ia yakin Qaddafi sedang membahas suaka dengan sebuah negara Afrika atau dengan Belarus.

"Ia mengatur siasat untuk tiga hal -- meninggalkan negara, memperoleh uang dan berlindung dari Pengadilan Kejahatan Internasional," kata Shalgam, yang masih bertugas sebagai duta besar Libya untuk PBB. "Ia mengatur siasat untuk pergi ke sebuah negara lain Afrika atau bahkan ke Belarus karena presiden di sana adalah temannya. Saya rasa ia akan meninggalkan Libya dalam beberapa pekan mendatang, dalam dua atau tiga pekan paling lama," katanya.

Qaddafi telah berjanji akan berperang hingga ajal. Dalam rekaman suara baru yang disiarkan Kamis di televisi Libya, Qaddafi menyebut negara-negara NATO sebagai pembunuh warga sipil tak berdosa dan mengatakan, ia akan membalas kematian mereka.

Sehari sebelumnya, Rabu, NATO menyatakan akan melanjutkan serangan-serangan bom di Libya, meski Italia menyerukan penghentian permusuhan di negara Afrika utara tersebut. "NATO akan melanjutkan misi ini karena jika kami berhenti, lebih banyak warga sipil yang tidak terhitung jumlahnya akan kehilangan nyawa mereka," kata pemimpin aliansi itu Anders Fogh Rasmussen dalam pernyataan video di situs berita Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Italia adalah bekas penjajah Libya dan memainkan peranan sangat penting dalam operasi udara pimpinan NATO terhadap rejim Muammar Gaddafi dengan menyediakan pangkalan-pangkalan untuk pesawat terbang. Libya kini digempur pasukan internasional sesuai dengan mandat PBB yang disahkan pada 17 Maret.

Sebanyak 21 kapal NATO berpatroli aktif di Laut Tengah sebagai bagian dari penegakan embargo senjata terhadap Libya. Aliansi 28 negara itu sejak 31 Maret juga memimpin serangan-serangan udara terhadap pasukan darat rejim Qaddafi.

Resolusi 1973 DK PBB disahkan ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Gaddafi, yang membuat marah Barat.

Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Qaddafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, pasukan Gaddafi kemudian dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.

Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu. Qaddafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Qaddafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement