REPUBLIKA.CO.ID,Pada perang 33 hari antara gerakan muqawama Islam Lebanon (Hizbullah) dan Israel, Dinas Rahasia Amerika Serikat (CIA) berupaya menjalin kontak langsung dengan para pejabat keamanan Lebanon dan para panglima Hizbullah. Pada saat itu, CIA ingin mendapatkan akses dengan para panglima tinggi Hizbullah dan meneror mereka.
Farsnews mengutip koran al-Akhbar terbitan Lebanon menyebutkan, Jurubicara Kedutaan Besar Amerika Serikat di Lebanon, Ryan Gilha, mereaksi pidato terbaru Sekjen Hizbullah, Sayid Hasan Nasrullah, dan menilainya infaktual. Gilha menolak pernyataan Sayid Nasrullah soal aksi spionase CIA di Lebanon.
Koran beroplah besar di Lebanon itu menambahkan, di sektor keamanan Lebanon, diyakini bahwa CIA telah menggulirkan berbagai aktivitas spionase di dalam negeri Lebanon. Bahkan para pejabat keamanan Lebanon berpendapat bahwa CIA memiliki banyak mata-mata di Lebanon.
Seorang pejabat keamanan Lebanon menyinggung masalah tersebut dengan nada gurau dan mengatakan, "Jika semua mata-mata yang ada di Lebanon harus ditangkap, maka penjara negara ini tidak akan mampu menampung para mata-mata Barat khususnya yang bekerja untuk Amerika Serikat."
Fakta menunjukkan bahwa seluruh jaringan telpon dan komunikasi di Lebanon telah disusupi oleh Amerika Serikat dan Israel. Tidak hanya itu, CIA juga beraktivitas di sektor politik, ekonomi, dan bahkan budaya di Lebanon. Lembaga-lembaga keamanan Lebanon menyatakan terdapat puluhan lembaga afiliasi CIA di Lebanon yang melanjutkan aktivitas mereka dengan leluasa dan tanpa rasa khawatir. Banyak dari kriminal yang tertangkap di Lebanon mengaku mereka memiliki kerjasama dengan Amerika Serikat.
Sebagai contoh, pada tahun 2007 lalu, Direktur CIA di Beirut, melobi para pejabat Lebanon agar bersedia membebaskan seorang tahanan anggota kelompok teroris Fathul Islam. Padahal oknum tersebut, merupakan pemimpin kelompok teroris Fathul Islam yang bagi militer Lebanon, penangkapannya merupakan sebuah keberhasilan.
Al-Akhbar menjelaskan, dalam mencari informasi, para antek-antek CIA bersikap sombong dan arogan. Mereka dapat mengorek informasi dari berbagai tokoh politik Lebanon tanpa berusaha menutupi. Misalnya pada perang 33 hari, para mata-mata Lebanon berusaha mengorek informasi tentang tingkat hubungan antara pejabat keamanan Lebanon dan para panglima Hizbullah. Mereka menanyakan sejauh mana tingkat hubungan antara para pejabat Lebanon dan panglima Hizbullah dan seperti apa mekanismenya. Dengan informasi tersebut, CIA dapat menyusun rencana untuk meneror mereka.
Cara Merekrut Mata-Mata
Al-Akhbar menyebutkan bahwa cara Kedutaan Besar Amerika Serikat dan CIA dalam merekrut mata-mata di Lebanon adalah dengan membujuk orang-orang yang mengajukan visa. Sebagai contoh, pada tahun 2008, seorang warga Lebanon mengajukan permintaan visa dan beberapa hari kemudian, ia mendapat telpon dari seseorang untuk bertemu di kawasan Awkar (wilayah kedubes AS).
Dalam pertemuannya dengan pihak penelpon itu, warga Lebanon tersebut diminta untuk mengumpulkan beberapa data mengenai Emad Mughniyeh (seorang komandan Hizbullah) jika ingin mendapat visa.