REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat memastikan tidak ada eksekusi hukuman mati atas delapan TKI di Arab Saudi pada Jumat ini. Informasi mengenai eksekusi pemancungan delapan TKI itu menyebar dari salah satu portal berita yang didapat dari seorang wanita yang bekerja di Arab bernama Shinta Mawar.
Kedelapan TKI yang diinformasikan akan dipancung itu adalah Suarni bin Kholil Salama asal Jawa Timur, Rusdi bin Dulwahed asal Madura, Jawa Timur. Lalu, Karsih binti Ocim asal Karawang, Jawa Barat, Suin asal Subang, Jawa Barat, Emi binti Katma Mumu asal Sukabumi, Jawa Barat; Sulaimah asal Kalimantan Barat, Buhori asal Madura, Jatim, dan Jamila binti Abidin Rifi asal Cianjur, Jabar.
Emi binti Katma Mumum dituduh membunuh bayinya sendiri yang baru lahir di rumah majikan, telah mendapatkan pemaafan dari suami dan terbebas dari hukuman mati. Saat ini proses penuntasan pengadilan masih berlangsung menunggu penuntasan dokumen.
Jamilah binti Abidin dituduh membunuh majikan ilegalnya bernama Salim Al Ruqi, sudah mendapatkan pemaafan dari ahli waris dengan uang diyat. "Saat ini sedang menunggu perhitungan besarnya uang diyat," kata Jumhur.
Sualimah binti Misnadin yang masuk ke Makkah dengan visa umrah, dituduh membunuh Zahbah Al Ghamdi, orang tua majikannya, menurut Jumhur, memiliki peluang bebas karena tidak adanya bukti yang kuat terkait pembunuhan. "Sualimah masih dalam proses pengadilan tahap pertama," katanya.
Suarni bin Kholil, Rusdi bin Dulwahed, Karsih binti Ocim, dan Suin, masih menunggu informasi dari KBRI Riyadh dan KJRI Jeddah.
Jumhur menegaskan informasi tentang eksekusi pemancungan delapan TKI itu, tidak benar dan tidak bisa dipertanggung jawabkan.