REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK - Direktur Kajian Politik Center for Indonesian National Policy Studies (CINAPS) Guspiabri Sumowigeno mengatakan kasus Nazaruddin menyulitkan sikap Singapura. "Setelah Presiden Yudhoyono secara terbuka memerintahkan Polri dan Kemenlu untuk membawa pulang Nazaruddin, adalah menarik menanti sikap Singapura," kata Guspiabri, Senin (4/7).
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangkap M Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang terlibat dugaan tindak pidana korupsi. Ia mengatakan respon Singapura tak semata karena pertimbangan dalam dimensi legal, tetapi akan sarat kalkulasi politis.
Hal ini mengingat kasus itu bukanlah kasus biasa, tetapi kasus yang menyita perhatian publik Indonesia dan berkait langsung dengan posisi politis Presiden Yudhoyono. "Publik nasional perlu maklum bila Singapura tidak akan terburu-buru mengambil sikap definitif," ujarnya.
Dikatakannya tahap pertama, segera setelah masuk permintaan resmi baik melalui Polri maupun Kemenlu RI, otoritas hukum dan politik Singapura akan melakukan penelitian lebih jauh atas kasus Nazaruddin ini. "Mereka perlu tahu detail masalahnya, dan tak hanya akan mengandalkan bahan input yang diberikan Polri dan Kemenlu RI," katanya.
Selanjutnya otoritas hukum dan politik Singapura akan memetakan konsekuensi setiap tindakan negara itu pada kepentingan nasional Singapura. "Kemungkinan, intelijen negara itu juga akan dilibatkan untuk memberikan analisa guna menyusun kebijakan akhir," katanya menjelaskan.
Menurut dia, kestabilan politik Indonesia dan posisi Presiden SBY akan menjadi variabel penting yang dicermati Singapura dalam mengambil keputusan akhir. Singapura kemungkinan akan mendiamkan saja permintaan Polri dan Kemenlu RI daripada terseret dalam pusaran kasus ini.
Negara ini pasti enggan dituduh terlibat dalam upaya politis yang dapat digolongkan sebagai upaya penggulingan suatu Pemerintahan di Indonesia atau terlibat menolong menutupi dugaan korupsi yang melibatkan orang Pemerintahan. "Ketidakstabilan politik di Indonesia tentunya mengandung risiko amat besar bagi Singapura," katanya menandaskan.