REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal DKI Jakarta, AM Fatwa, mengatakan harus ada langkah konkret untuk mendesak eksaminasi, atau penelitian para pakar atas suatu
kasus, terhadap kasus tanah Meruya Selatan (Marsel).
"Warga Meruya Selatan harus duduk bersama, tanpa kecuali, dan membicarakan apa yang harus dilakukan agar dilakukan eksaminasi," ujar AM Fatwa sebagai pembicara dalam acara Empat Tahun Kebangkitan Meruya Selatan di Aula Universitas Mercu Buana (UMB), Kembangan, Jakarta Barat, Ahad (10/7).
Acara juga dihadiri Wali Kota Jakarta Barat H Burhanuddin, dan Leonardus Simorangkir kuasa hukum Pemprov DKI Jakarta. Gubernur DKI Fauzi Bowo, yang sangat ditunggu masyarakat Meruya Selatan, berhalangan hadir. Menurut Fatwa, warga Meruya Selatan belum bisa berpangku tangan dan menganggap tanah mereka bebas dari ancaman ekskusi.
Putusan Mahkamah Agung (MA) No 570 tanggal 31 Maret 2000 dan No 2863 tanggal 16 Juni 2001, yang memenangkan PT Portanigra dalam perkara perdata dengan H Juhri bin H Geni (alm), Yatim Tunggono (alm), dan Yahya, tidak mungkin dicabut.
MA, lewat dua keputusannya, menyatakan berhak atas 78 hektar tanah milik ribuan warga Meruya Selatan, asset Pemprov DKI berupa fasilitas umum, dan tanah-tanah yang telah permukiman elite.
Empat tahun lalu, PN Jakarta Barat sempat berupaya mengeksekusi. Warga melakukan perlawanan; fisik dan hukum, untuk menggagalkan eksekusi. Sejak itu tidak pernah ada lagi upaya eksekusi susulan. Yang ada hanya rumor akan adanya eksekusi, sebagai terror psikologis terhadap waga.
"Eksekusi empat tahun lalu memang gagal, tapi siapa berani menjamin kelak, empat puluh tahun lagi, keputusan MA itu diekskusi," ujar Fatwa. Seraya mengutip ayat Al Quran ayat 39 - 40 Surat Al Hajj " Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka," tuturnya.
Fatwa mengatakan, masalah ini harus diselesaikan generasi saat ini. Jangan bikin anak-cucu menderita. Menjawab pertanyaan wartawan soal langkah konkret yang dimaksud, Fatwa mengatakan seluruh unsur warga Meruya Selatan harus duduk bersama dan membicarakannya.
"Ya, semacam mobilitasi, dengan menyertakan pengacara, LSM, dan masyarakat kampus. Saya siap memfatilitasi," tegas Fatwa.
Senada dengan Fatwa, Leonardus Simorangkir mengatakan mempertahankan hak atas tanah dari ancaman eksekusi adalah kewajiban setiap individu warga Meruya Selatan. Warga, lanjutnya, tidak bisa hanya mengharapkan Tim Kerja Meruya Selatan. " Tidak bisa mereka duduk manis, dan menggantungkan harapan kepada tim kerja," ujarnya.
Ia juga mengatakan yang lebih penting adalah masyarakat tetap satu irama. Artinya, tidak boleh lagi ada perpecahan, beberapa kelompok menempuh jalan berbeda dari yang lainnya. "Saya siap mendampingi warga jika ditunjuk pemerintah," lanjut Leonardus.
Merespon keluhan salah satu anggota Tim Kerja Meruya Selatan bahwa warga pernah dikecewakan, alias dikhianati pengacaranya, Leonardus mengimbau masyarakat melaporkan sang pengacara ke dewan kehormatan Persatuan Advokat Indonesia (Peradin).
Walikota H Burhanuddin, yang mendapatkan giliran berbicara kali ketiga, menyampaikan permintaan maaf Guberunur DKI Fauzi Bowo yang tidak bisa menghadiri acara. "Dalam pembicaraan singkat dengan saya, Bang Foke mengatakan berada di belakang warga Meruya Selatan," lanjut Wali Kota.